Read More >>"> Satu Nama untuk Ayahku (5. Makna Sebuah Alasan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Satu Nama untuk Ayahku
MENU
About Us  


Hari minggu pagi Abi selalu menyempatkan waktu menemani Marisha berbelanja. Meskipun Haikal selalu meledeknya bersikap seperti anak perempuan tapi Abi tidak peduli. Apa salahnya berjalan sambil mendorong troli bersama perempuan yang sudah melahirkannya? Kadang Abi harus menceramahi Haikal untuk berlaku sama seperti dirinya.

Abi terus mendorong troli dengan setia mengikuti langkah bunda. Tidak jarang juga cowok itu mengambil snack yang menarik perhatiannya kemudian diletakkan didalam troli.

Kebersamaan seperti ini adalah momen terbaik bagi Marisha. Karena merasa sudah menjadi seorang ibu paling bahagia ditemani belanja oleh putranya. Suatu hari nanti jika ia dikaruniai anak dari Kashaf maka Marisha akan mengajarkan hal yang sama juga.

Setelah dirasa keperluannya masuk semua didalam troli Marisha mengajak Abi mengantre didepan meja kasir yang lumayan panjang. Hari ini sedang ada diskon spesial bulan April yang diberikan cuma-cuma. Jadi pastinya kaum hawa yang memiliki citarasa tinggi terhadap hal-hal yang menyangkut soal diskon menjadi hal wajib untuk dikunjungi. Contohnya saja seperti Marisha.

Seorang perempuan terbalut outer maroon panjang dengan tas putih gading berjalan menaiki eskalator yang jaraknya lumayan dekat dari tempat Marisha mengantre. Perempuan itu tidak sadar bahwa Marisha menemukannya. Buru-buru Marisha membuka dompetnya dan menyerahkan sebuah credit card kepada Abi. Dengan kebingungannya mau tidak mau Abi segera memindahkan benda pipih itu ketangannya.

"Bunda kelupaan harus beli sesuatu. Abi bayar aja kalo udah lama ya" setelah mengucapkan kalimat itu Marisha berlarian mengejar perempuan outer maroon tadi.

Abi sempat melirik bundanya berjalan menaiki eskalator. Itu berarti hal yang ingin dibeli bunda ada dilantai dua. Tapi, bukankah lantai dua itu tempatnya pakaian dan segala pernak-pernik. Apa bunda ingin membeli pakaian?

Abi segera berjalan tepat didepan kasir dan menyusun semua belanjaannya diatas meja. Sedangkan sang kasir perempuan yang masih terlihat muda itu terlihat menyunggingkan senyuman. Mungkin dia aneh melihat remaja lelaki seperti Abi belanja kebutuhan rumah sangat banyak.

Napas Marisha memburu naik turun begitu matanya berhasil menangkap sosok perempuan outer maroon tersebut. Dengan cekatan Marisha menarik lengannya hingga perempuan itu menoleh dengan rasa kaget.

Masih saling pandang tidak percaya lidah Marisha terasa sangat kelu. Bagaimana bisa sosok dihadapannya kini sama sekali tidak berniat mengunjungi putranya meski berkeliaran didekat mereka. Apa tidak ada sedikitpun jiwa keibuan dalam raganya, bahkan Marisha yang tidak tahu caranya mengandung saja tidak bisa melihat Abi sedih, kecewa hingga berani melakukan beberapa aksi mogok jika keinginannya tidak terkabul. Dia adalah kakaknya, perempuan outer maroon yang selama ini sembunyi entah dimana. Atau memang Marisha tidak pernah peduli lagi padanya.

"Mbak..." kata pertama yang berhasil dikeluarkan Marisha adalah sapaan untuk kakaknya. Untuk perempuan paling berjasa dalam hidupnya. Menjaganya dari umur lima belas tahun, hingga berhasil membiayai sekolahnya hingga sukses seperti saat ini. Marisha tidak akan pernah melupakan jasa Diah. Sungguh!

"Mbak..." ada liquid bening yang menyelimuti bola mata Diah saat ini. Seperti sesuatu yang harus ditahan tapi terlanjur terlepas juga.

"Mbak Diah kemana aja? Mbak gak kangen sama Abi?"

Hanya orang yang tidak punya hatilah yang tidak pernah merindukan buah hatinya sendiri. Diah mungkin salah satu dari orang itu makanya dengan seluruh kekuatan yang ia kerahkan rasa rindunya membeku seperti perasaannya yang terlanjur dikecewakan.

"Mbak selama ini tinggal dimana? Mbak kapan mau kembali sama kita?"

Diah masih enggan membuka mulutnya. Ia butuh beberapa menit supaya tenggororkannya yang tercekat bisa bebas kembali.

"Demi Allah mbak tolong katakan sesuatu, jangan diam saja"

Lalu Diah tersenyum. Ekspresi aneh yang membuat Marisha makin tidak mengerti.

"Akan ada masa dimana kamu mengerti alasan dari keputusan mbak ini, Mar. Jadi bisakah kamu melepaskan mbak dan membiarkan mbak pergi?"

Tapi cekalan tangan Marisha makin mengerat setelah Diah menuntaskan kalimatnya. Mana mungkin ia akan melepaskan hasil buruannya begitu saja. Tiga belas tahun lamanya dan Marisha akan terus mengalah? Tidak akan. Cukup sampai disini saja dia diam.

"Mbak pernah melihat Abi?"

"Sudah. Mbak menemuinya di sekolah dan memberikan foto ayahnya. Apa kau sudah menjawab pertanyaannya? Sekarang biarkan anak itu tahu siapa ayahnya"

Marisha mengusap kasar pipinya dengan kedua telapak tangan. Iya, Marisha kini melepaskan cekalan tangannya dilengan Diah. Karena dia sudah mengerti bahwa kakaknya sama sekali tidak peduli pada Abi. Jawaban itu membuktikan Diah memang sudah membuang Abi padanya.

"Jangan salahkan aku kalo Abi menganggap aku ibunya, mbak"

"Mbak tau. Kau berhasil mendidik Abi. Dia jadi anak yang sopan dan sangat manis. Katakan saja kamu adalah ibu kandungnya, Mar. Karena mbak sudah tidak peduli"

"Kenapa mbak? Kalo dulu mbak tidak siap mempunyai anak kenapa memilih melahirkan Abi?!" suara Marisha semakin meninggi. Kini tidak jarang beberapa orang yang menyaksikan adegan itu menatap horor kearah mereka.

"Kalo kamu sudah lelah serahkan saja pada Raden. Serahkan Abi pada ayahnya. Pada pria yang tidak bertanggung jawab itu" balas Diah tidak kalah ketus. Dadanya tiba-tiba berdenyut, Diah menekan dengan salah satu tangannya.

"Biarkan hidupmu bebas, Mar. Kalo sudah tidak sanggup serahkan pada Raden. Dia harus menanggung perbuatannya tiga belas tahun yang lalu"

Dan kalimat itu adalah penutup dari pertemuan pertama mereka setelah tiga belas tahun berlalu. Seharusnya Marisha menahan Diah tapi kekuatannya sudah habis sampai disini. Kasihan Abi jika mengetahui apa yang ada didalam pemikiran ibu kandungnya sendiri.

Marisha mengusap wajahnya dan sedikit memberikan polesan disana guna menyamarkan jejak air matanya. Setelah turun dari eskalator Marisha melihat punggung Abi yang tengah bersandar didepan mobilnya sambil memegangi belanjaan mereka yang sangat banyak.

"Abi maaf ya Bunda lama"

Abi menoleh dan segera mengulurkan credit card Marisha yang langsung disambut olehnya.

"Yang dicari ada Bunda?" tanya Abi.

Marisha menunduk sekilas. Yang dicari memang ada Abi, tapi sudah pergi lagi dan Marisha tidak akan peduli. Karena dia tahu alasan Diah sungguh sangat kejam.

Marisha kemudian menggeleng.
"Tidak ada. Sudahlah nanti saja kapan-kapan"

Abi tidak terlalu mempermasalahkan benda apa yang dicari bunda sampai ke lantai dua. Mungkin hanya kaum hawa saja yang mengerti.

Abi lupa tidak membawa tabletnya jadi memilih memandangi pemandangan jalanan dibalik kaca mobil.

"Bunda, Abi mau nanya dong"

"Apa?"

Abi sempat ragu ingin menanyakan pada bunda. Tapi, ia sudah terlanjur penasaran juga.

"Waktu itu Kasih pendarahan bunda, katanya itu urusan cewek. Tapi, kenapa Kasih yang masih tiga belas tahun udah ngalamin pendarahan Bun?"

Sontak Marisha tertawa nyaring. Abi ada-ada saja. Tapi Marisha sudah mengerti kata pendarahan yang dimaksud Abi itu apa.

"Itu namanya darah haid, Abi. Hanya dialami sama perempuan yang sudah masuk masa puber. Udah ah jangan nanya yang kaya gitu, karena Abi gak mungkin ngerti"

"Hehe... Maaf Bunda" senyum Abi konyol.

***

"Abi tau Lalisa Blackpink kan?"

"Tau lah. Dia kan pernah muncul di tv"

"Menurut Abi cantik Lalisa Blackpink atau Kasih?"

"Hahah...." tawa Abi menggelegar. Pertanyaan tidak berfaedah Kasih kali ini sungguh mengocok perutnya.

"Ya pasti cantikan Lisa lah" kata Abi geleng-geleng kepala.

Kasih tersenyum manis meski tidak mendapat pembelaan Abi. Baginya membuat Abi tertawa adalah keberhasilan. Kasih memang sengaja menjadi cerewet didepan Abi saat ini. Ia tidak suka melihat wajah serius Abi yang sedang mengerjakan soal matematika, ia lebih suka melihat Abi tersenyum saja.

Saat ini guru matematika mereka meminta setiap kelompok berdikusi mencari jawaban dari soal yang diberikan berbeda untuk masing-masing kelompok. Dan sialnya, Abi kebagian kelompok dengan Kasih, Rizki dan Feby.

"Heh cewek kunti, kerjaan lo daritadi ngomongin Lisa Blackpink mulu. Mana coba kerjaan lo udah beres belum?"

Kasih langsung berpura-pura menundukan kepala dan mencoret asal angka dibuku tugasnya. Diberi satu soal pun Kasih belum selesai, ditambah mengobrol tidak jelas dan memperhatikan wajah Abi. Jadi, dibuku tugasnya kini baru tertulis soalnya saja.

"Punya gue udah bener kan Bi?" tanya Feby menyodorkan buku tugasnya untuk diteliti Abi. Diantara keempatnya memang Abi lah yang dikatakan paling menonjol. Disemester kemarin Abi berhasil mendapat peringkat kedua paralel di sekolah.

"Iya udah bener ko. Aku salin di polio ya"

Baru saja Abi akan memposisikan kertas polio diatas buku cetaknya tiba-tiba Kasih merebut tanpa izin.

"Abi, tukeran kerjaan aja. Abi nerusin jawaban punya Kasih, nanti Kasih yang nyalin semua jawaban dipolio. Ya?" alis gadis itu naik turun membujuk Abi agar mau bertukar dengannya.

"Yaelah ribet lo. Yaudah ini! Awas tulis yang rapih jangan sampai ada angka yang typo"

Kasih mengacungkan ibu jarinya dan menunjukan senyum kemenangannya kepada Abi. Sedangkan Rizki dan Feby yang merasa sudah selesai hanya senyum-senyum geli memperhatikan perdebatan Abi dengan Kasih.

"Semangat nulisnya Kas" ujar Rizki disebelahnya.

"Makasih Rizki. Abi gak mau nyemangatin Kasih?" tuding gadis itu mendongak menunggu jawaban Abi.

Namun tangan Abi malah menekan kepala Kasih hingga gadis itu kembali menunduk dan dengan sebal kembali memindahi angka dari buku Feby ke kertas polio.

***

Marisha jadi tidak bersemangat menyusun laporan hasil rapat yang sudah ditandatangani Pak Ridwan. Tangannya memang bergerak menumpuknya menjadi makin tinggi tapi matanya tertumpu pada satu titik. Marisha memperhatikan vas bunga kecil diatas meja kerjanya dengan ingatan tentang pertemuan kemarin dengan Diah.

Rina yang menyadari perubahan sikap Marisha yang tidak seperti biasa mencoba membuyarkan lamunan gadis itu dengan mengetuk meja tiga kali.

Alhasil Marisha kini menoleh dan gelagapan menyadari laporannya tersusun tidak beraturan.

"Mar, lagi galau kamu? Ngelamun aja daritadi" tebak Rina.

"Nggak ko, Rin. Aku cuma lagi gak enak badan aja" bohongnya menyembunyikan masalah pribadi dengan alasan sakit.

"Ijin aja kalo gitu. Lagian lo itu karyawan kesayangan kali jadi boleh-boleh aja kalo ijin. Terus juga lo jarang ambil cuti kan?"

Benar juga sih kata Rina. Soal pekerjaan Marisha tidak pernah setengah-setengah. Kalaupun dia memang menjadi kesayangan bosnya itu hasil dari kerja kerasnya selama ini. Tapi, Marisha tidak mau mencampur adukkan masalah pribadi dengan kerjaan.

"Gak ah Rin, manja banget aku segini aja minta ijin. Udah kuat ko"

"Iya deh"

Kashaf berjalan santai setelah keluar dari lift dilantai empat tempat kerja Marisha berada. Disana Kashaf merupakan orang terkenal yang diperbolehkan keluar masuk begitu saja. Selain itu, Kashaf juga merupakan investor terbesar diperusahaan Marisha.

Begitu netranya menemukan gadis berbalut kemeja kasual berwarna cream, Kashaf segera berdiri didepan meja Marisha dengan memasang senyum paling menawannya.

"Sudah makan siang?"

Marisha mengulum bibirnya tersenyum samar. Ia ingin sekali memeluk Kashaf saat ini dan mengadu soal pertemuannya dengan Diah kemarin. Hanya Kashaf yang bisa menjadi obat baginya. Kashaf yang selalu menenangkannya.

"Yuk.." tanpa menunggu jawaban dari Marisha lagi Kashaf langsung menarik lengan gadis itu menuju lift untuk mencapai lantai satu.

Seperti biasa mereka makan di restauran yang selalu Marisha rindukan. Bukan karena masakan dan interiornya saja. Tapi juga kebersamaannya dengan Kashaf Rajendra Angkasa.

"Kemarin aku ketemu sama mbak Diah" akhirnya Marisha berani membuka suara pada Kashaf.

"Terus bagaimana? Apa dia akan pulang?"

Marisha menggeleng lemah.

"Mbak Diah malah nyuruh aku untuk mempertemukan Abi dengan ayahnya"

"Kamu tau siapa orang itu?"

"Namanya Raden Kalingga"

"Apa??"

Marisha tersentak dengan keterkejutan Kashaf yang terucap tiba-tiba itu. Kenapa setelah mendengar nama Raden Kalingga, ekspresi Kashaf berubah total?

"Kamu mengenal orang itu?"

"Dia pemilik dari salah satu perusahaan online shop terbesar se-asia, Marisha"

Rahang Marisha terbuka lebar tanpa sadar. Otaknya masih berusaha mencerna kalimat yang diucapkan Kashaf. Jika Raden Kalingga seterkenal itu lalu apakah Diah sengaja membuang Abi untuk citra pria monster itu?

Marisha berdiri dari duduknya dengan wajah merah karena marah.

"Aku tau alasan kenapa mbak Diah tidak melakukan apapun sampai sekarang dan memilih kabur membuang Abi"

"Marisha duduk dulu atur emosi kamu. Bicara pelan-pelan denganku" pinta Kashaf lembut menarik lengan kekasihnya hingga terduduk kembali.

Marisha mengusap wajahnya gusar. Kenapa misteri ini baru sekarang terpecahkan. Baru sekarang, disaat Diah kabur lagi.

"Aku tidak menyangka ternyata mbak Diah selemah itu"

"Lalu apa keputusanmu selanjutnya, Marisha?"

Diambilnya udara sebanyak mungkin untuk memenuhi paru-parunya kemudian Marisha menggenggam telapak tangan Kashaf erat. Sangat erat seperti takut kehilangan.

"Bantu aku menghancurkan pria itu, Kashaf"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sejauh Matahari
3      3     0     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Inspektur Cokelat: Perkara Remaja
4      4     0     
Short Story
Elliora Renata, seorang putri dari salah satu keluarga ternama di Indonesia, hal itu tak menjamin kebahagiaannya. Terlahir dengan kondisi albinis dan iris mata merah tajam, banyak orang menjauhinya karena kehadirannya disinyalir membawa petaka. Kehidupan monoton tanpa ada rasa kasih sayang menjadikannya kehilangan gairah bersosialisasinya sampai akhirnya...serangkaian kejadian tak menyenangkan...
AVATAR
31      18     0     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�
CINTA SI GADIS BUTA
31      4     0     
Romance
Kemalangan yang dialami oleh seorang gadis yang bernama Reina. Reina, seorang gadis cantik dan juga baik hati di diagnosa oleh dokter terkena penyakit glaukoma. Dokter memperkirakan kalau dirinya masih dapat melihat dalam waktu 1 tahun. Tetapi, nasib baik tak lagi mau berpihak kepadanya. Kedua matanya buta hanya dalam 4 bulan setelah dia memeriksakannya. Dia hanya bisa pasrah menerimanya. Kehidu...
You Are The Reason
13      8     0     
Fan Fiction
Bagiku, dia tak lebih dari seorang gadis dengan penampilan mencolok dan haus akan reputasi. Dia akan melakukan apapun demi membuat namanya melambung tinggi. Dan aku, aku adalah orang paling menderita yang ditugaskan untuk membuat dokumenter tentang dirinya. Dia selalu ingin terlihat cantik dan tampil sempurna dihadapan orang-orang. Dan aku harus membuat semua itu menjadi kenyataan. Belum lagi...
Nothing Like Us
208      36     0     
Romance
Siapa yang akan mengira jika ada seorang gadis polos dengan lantangnya menyatakan perasaan cinta kepada sang Guru? Hal yang wajar, mungkin. Namun, bagi lelaki yang berstatus sebagai pengajar itu, semuanya sangat tidak wajar. Alih-alih mempertahankan perasaan terhadap guru tersebut, ada seseorang yang berniat merebut hatinya. Sampai pada akhirnya, terdapat dua orang sedang merencanakan s...
Heartbeat
4      4     0     
Romance
Jika kau kembali bertemu dengan seseorang setelah lima tahun berpisah, bukankah itu pertanda? Bagi Jian, perjumpaan dengan Aksa setelah lima tahun adalah sebuah isyarat. Tanda bahwa gadis itu berhak memperjuangkan kembali cintanya. Meyakinkan Aksa sekali lagi, bahwa detakan manis yang selalu ia rasakan adalah benar sebuah rasa yang nyata. Lantas, berhasilkah Jian kali ini? Atau sama seper...
The Twins
21      3     0     
Romance
Syakilla adalah gadis cupu yang menjadi siswa baru di sekolah favorit ternama di Jakarta , bertemu dengan Syailla Gadis tomboy nan pemberani . Mereka menjalin hubungan persahabatan yang sangat erat . Tapi tak ada yang menyadari bahwa mereka sangat mirip atau bisa dikata kembar , apakah ada rahasia dibalik kemiripan mereka ? Dan apakah persahabatan mereka akan terus terjaga ketika mereka sama ...
Cinta Aja Nggak Cukup!
4      4     0     
Romance
Pernah denger soal 'Triangular theory of love' milik Robert Sternberg? The one that mentions consummate love are built upon three aspects: intimacy, passion, and commitment? No? Biar gue sederhanakan: Ini cerita tentang gue--Earlene--dan Gian dalam berusaha mewujudkan sebuah 'consummate love' (padahal waktu jalaninnya aja nggak tau ada istilah semacam itu!). Apa sih 'consummate love'? Penting...
Dark Fantasia
24      17     0     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...