Read More >>"> Satu Nama untuk Ayahku (6. Kerinduan Seorang Ibu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Satu Nama untuk Ayahku
MENU
About Us  


Saat jam pelajaran olahraga berlangsung Abi sudah berada di lapangan lebih dulu bersama Haikal untuk membantunya menyiapkan beberapa keperluan untuk permainan basket. Tapi bukan tidak mungkin kalau ia tetap melihat Kasih mengekorinya juga.

"Lo ganggu banget sih Kas" celetuk Haikal terang-terangan tapi bukannya menyingkir Kasih malah memposisikan dirinya disebelah Abi yang sedang menghitung bola basket.

"Sirik kali si Haikal gak punya gebetan ya. Abi kan ada Kasih" tunjuk gadis itu pada dirinya sendiri.

"Gebetan palalu penjol. Kasih... Kasih... Sumpah lo receh banget sih auto mules nih"

"Hina aja Kasih, hina terus... Terkutuklah nanti Haikal. Awas ada azab yang akan menghampiri orang-orang zolim macam dirimo"

Abi hanya berdecak saja memperhatikan perdebatan aneh dari Kasih dan Haikal.

Untungnya guru olahraga mereka sampai dengan diikuti teman-teman sekelas mereka yang sudah memakai pakaian olahraga. Jadi Kasih langsung terdiam.

Murid laki-laki berbaris paling depan diikuti oleh murid perempuan yang jumlahnya lebih banyak. Kasih langsung memposisikan dirinya dibelakang Abi yang sudah berdiri paling depan. Gadis itu tanpa malu menjadi murid perempuan yang menyela diantara murid laki-laki karena seharusnya barisan murid perempuan dimulai dari baris ke tiga.

"Eh cewek kunti, salah barisan lo tuh" Abi menoleh kebelakang dan menemukan Kasih sedang menunjukkan deretan giginya tanpa dosa.

"Ih.. Gak mau, Kasih maunya baris dibelakang mas-nya"

Mas? Sumpah mulut Kasih benar-benar cepat sekali mengeluarkan panggilan seenaknya untuk Abi.

"Serah lo deh, palingan nanti ditegur Pak Wawan" ancam Abi lalu kembali keposisi awalnya menghadap kedepan.

Tapi sepertinya guru olahraga mereka tidak terlalu mengurusi barisan. Atau karena tubuh kecil Kasih yang tidak terjangkau oleh penglihatannya? Pak Wawan hanya khusyu menjelaskan perihal teknik-teknik dasar permainan bola basket.

***

Seusai pelajaran dan istirahat Abi tidak langsung berganti seragam, karena guru bahasa Inggris mereka sedang tidak bisa mengajar hari ini. Seperti kebiasaan umumnya jika kelas sedang kosong maka Abi dan Haikal suka memanfaatkan waktu untuk tidur di kelas.

Dengan melipat kedua tangannya Abi langsung menenggelamkan kepalanya disana. Baru beberapa detik memejamkan mata tiba-tiba cowok itu merasa pipinya dipermainkan seseorang. Dan benar saja begitu ia membuka mata ada Kasih sedang mengatur mimik mukanya.

"Ngapain?" sentak Abi tidak bisa lembut. Memang jika berbicara dengan Kasih tenaga itu diperlukan. Selain membutuhkan mental sekuat baja, iman juga harus tetap kokoh.

"Abi kalo mau tidur ya tidur aja. Kasih gak ngelarang"

"Ya tapi perlakuan lo tadi tuh ganggu, kunti"

Kasih menggaruki kepalanya yang tidak gatal. "Hehe... Maaf, maaf"

"Sana gih jauh-jauh, rese lo" usir Abi dan mendapati wajah Kasih sudah tertekuk dengan bibir yang dimajukan.

Abi memutar haluan menghadap ke sisi lain menghindari wajah Kasih. Lantas ia berusaha kembali mendapat ketentraman untuk tidur siangnya yang tertunda.

Anehnya setelah diganggu Kasih tadi niat tidur Abi jadi gagal total. Meskipun berusaha memejamkan matanya ia tetap tidak bisa terlelap. Berbeda jauh dengan Haikal yang sekarang pasti sudah bermimpi sampai ke Eropa.

"Abiii.... Tolongin Kasih..." tiba-tiba suara cempreng milik gadis perusuh itu memasuki gendang telinga Abi.

Ia tidak peduli apapun yang terjadi pada Kasih. Meskipun telinganya menangkap sensor sebuah permintaan tolong Abi akan berpura-pura saja tidak tahu.

"Abiii...."

Tapi jeritan Kasih makin menjadi setelah beberapa menit Abi abaikan. Karena terlanjur penasaran, Abi beranjak dari kursinya dan menghampiri sumber suara itu.

Ternyata didepan pintu kelasnya Kasih tengah dijambak beberapa siswi. Abi langsung saja mendorong tubuh mereka yang melakukan kekerasan pada Kasih lalu menarik lengan gadis itu untuk berdiri dari posisinya.

"Masih jaman aja bully-an gini?" tukas Abi tepat didepan kedua cewek yang melongo dilontarkan pertanyaan tersebut.

Sedangkan Kasih sudah melambung tinggi hanya karena tangan Abi melekat dipergelangan lengannya.

"Yeilah... Ini kita lagi latihan drama buat pelajaran bahasa Indonesia mingdep Abi. Lebay lo! Jangan-jangan lo suka ya sama Kasih?"

Abi segera menolehkan kepalanya menatap tajam pelaku yang sudah sia-sia ia selamatkan itu. Setelah mengetahui kebenarannya Abi langsung menghempas tangan Kasih begitu saja.

"Terus kenapa cewek ini nyebut nama gue?" tanya Abi lagi pada Hani, cewek yang tadi berpura-pura menjambak rambut Kasih.

"Tau tuh yang bikin naskah kan si Kasih, jadi tokohnya ya pasti ada nama lo nya"

Kasih mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya bersamaan kedepan wajah Abi.

"Hihi... Kan udah dibilang Kasih tuh beneran suka sama mas-nya"

"Bodo!"

***

Dari balik jendela kamar yang terletak dilantai enam sebuah kost tersembunyi sepasang mata tengah menatap nanar ke ujung lampu temaram yang menjadi lamunannya sore itu. Hembusan napas keluar satu-persatu menandakan organnya akan hilang fungsi cepat atau lambat.

"Abiyasa Syamsah Fajaro" bibirnya mengeja satu nama yang dulu sekali pernah ia ucapkan setelah menuntunnya menyapa dunia. Membantunya mencari udara, anak kandungnya sendiri.

Hati kecilnya menjerit kasar namun air matanya seolah sudah kering. Diah hanya bisa meratapi yang telah lalu. Dengan berharap penderitaan hanya menjadi miliknya seorang.

"Anda memiliki kanker paru-paru stadium akhir. Sebaiknya kita melakukan kemote---"

"Waktu saya tinggal berapa lama lagi, Dok?"

"Umur hanya milik Tuhan, jangan menyerah Bu---"

"Berapa lama Dokter?"

"Tiga bulan saja"

Bibir keringnya kembali menggumamkan nama Abiyasa Syamsah Fajaro dengan tangan kanan yang kesulitan menekan bagian dadanya.

Dipenghujung waktunya Diah berharap Abi dan Raden hidup bersama. Diah berharap pergi tanpa membuat tangisan. Diah berharap takdir Abi tidak pernah seperti dirinya.

"Abiyasa.... Akh" tenggorokannya terasa tercekat, semua oksigen bahkan tidak bisa sampai ke paru-parunya.

Diah luruh kelantai setelah nama putranya terucap. Kemudian ia hanya merasa waktu berhenti berputar dan berganti dengan kegelapan.

"Ya Allah Diah..."

***

Marisha memandangi wajah Kashaf yang tengah mengulurkan undangan pernikahan dari salah satu artis yang pernah bermain di film nya. Kashaf memang menepati janjinya membuat film dengan latar di Jakarta. Ia tidak ingin intensitas pertengkarannya dengan Marisha bertambah.

"Aku akan menjemputmu" kata Kashaf.

"Aku tidak mau datang" celetuk Marisha tiba-tiba.

"Loh kenapa?"

Padahal jelas itu adalah undangan khusus yang diberikan kepada Kashaf dan pria itu sangat berharap bisa datang bersama Marisha. Tapi apa yang telah membuat gadis itu dengan gampangnya malah menolak begitu saja.

"Aku tidak mau nanti mendengar desas-desus tentang kita yang belum juga menikah"

"Ya itulah masalah mu Marisha. Takut di jugde orang lain tapi masih bertahan dengan keputusan salahmu itu" Kashaf sudah membuka topik pembicaraan yang akan menyerempet pada hal-hal yang membuat Marisha tersulut emosi.

"Katanya kamu mau menungguku? Kalau memang sudah tidak sanggup tinggalkan saja aku. Pasti banyak ko yang mau menikah sama kamu. Sutradara muda, tampan dan terkenal seperti dirimu, Kashaf Rajendra Angkasa"

"Coba berfikir secara realita, Mar. Aku tidak akan melakukan hal-hal yang tidak kamu sukai juga. Kenapa kamu selalu menganggap diriku ini tidak pernah serius. Sudah enam belas tahun kita berhubungan tapi kamu tidak pernah berubah sedikitpun"

Pertengkaran selalu menghampiri keduanya. Entah itu harus dimulai tanpa sengaja atau memang disengaja seperti hari ini. Jelas Marisha yang memulai semuanya dengan sengaja. Menyinggung perasaan Kashaf dengan menolak ajakannya.

"Maafkan aku" dan kesekian ribu kalinya mungkin, hanya Kashaf yang akan memulai dahulu permintaan maafnya. Meskipun Marisha yang bersalah.

Gadis itu hanya diam tapi pikirannya seolah menerjemahkan sindiran Kashaf tentang dirinya yang tidak pernah berubah, egois dan selalu ingin menang. Padahal Kashaf itu benar, semua yang ia katakan baik untuk masa depan mereka. Mau dibawa kemana hubungan yang enam belas tahun terjalin ini, sementara usia keduanya sudah sangat cukup matang untuk melangsungkan bahtera rumah tangga.

"Aku minta maaf, Mar. Baiklah jika kamu tidak bisa datang, tidak apa-apa. Karena kamu lebih penting daripada apapun diduniaku"

Kashaf tersenyum kemudian mengusap pipi kanan Marisha.
"Aku pulang dulu ya... Bye"

Marisha tertegun sendiri mendengar permintaan maaf terucap dari Kashaf. Selalu seperti itu, tapi kini Marisha seolah sadar sikapnya salah.

"Kashaf" dipanggilnya pria yang sudah berbalik arah darinya dengan suara sangat lembut. Jujur Marisha sangat takut Kashaf pergi dan tidak akan kembali padanya. Lalu, ia hanya akan merasakan kesepian yang mendalam.

Kashaf berbalik kembali dan menengadah menunggu jawaban Marisha.

"Aku mau pergi ke sana denganmu, kumohon jangan marah" lirihnya dengan kepala menunduk. Marisha takut melihat kedua bola mata Kashaf saat ini.

"Baiklah, jangan lupa dandan yang cantik. Nanti aku jemput ya"

"Jadi aku tidak cantik kalau tidak berdandan, begitu?"

Kashaf mengacak puncak kepala Marisha yang tengah mencebik dengan mulut yang mengerucut, sangat lucu.

"Apa dirimu sedang pms? Sensitif sekali sih?"

"Bodo ah"

Sepertinya pertengkaran mereka akan dimulai kembali. Dan ini salah satu contoh pertengkaran tidak disengaja diantara mereka.

***

Suara tangisan terdengar begitu nyaring memenuhi kesunyian malam yang berada didalam sebuah kamar kecil. Siapapun yang mendengarnya pasti merasa iba dan ikut meneteskan air mata.

Sekali-kali tangannya bergerak mengelus dadanya yang sesak. Seharusnya ia tidak menangis, karena hal itu dapat membuat penyakitnya kambuh. Tapi, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan selain menangis.

Karena menyesal memang tidak pernah pindah diawal. Kehadirannya bagaikan sebuah pertanda bahwa semua akan segera berakhir. Baik dengan sebuah kebahagiaan maupun penderitaan. Mungkin pilihan kedua adalah jalan hidup bagi Diah.

Semua yang dimulai akan berakhir dengan cara yang sama. Jika kita memulai dengan kebaikan pasti akan berakhir baik pula. Tapi jika kita memulainya dengan tidak baik, jangan berharap akan menuai kebaikan. Meskipun Tuhan bisa menjadikan hal mustahil menjadi mungkin.

Terdengar suara pintu diketuk dan membuat Diah segera menghapus jejak air mata dipipinya kemudian beranjak membuka pintunya.

"Diah, makan dulu habis itu diminum obatnya ya?" seorang wanita tua berjalan membawa nampan berisi semangkuk bubur ayam dan segelas air putih.

Diah dan wanita itu duduk dibawah ranjang dengan alas sebuah permadani, karena tempatnya tidak memuat kursi ataupun meja. Hanya ada ranjang tempat tidur, lemari pakaian, dan kamar mandi.

"Kenapa menangis terus? Dokter bilang jangan sering-sering menangis, Diah. Nanti dada kamu sakit lagi"

Dinasihati untuk berhenti menangis anehnya Diah malah meneteskan kembali air matanya.

"Aku.. Aku juga pasti akan mati kan Bu?"

"Jangan bilang begitu, umur itu sudah ada yang ngatur. Hanya Allah yang tau"

"Kenapa Ibu peduli padaku?"

Wanita tua itu tersenyum lalu mengusap lembut punggung Diah yang masih sesenggukan.

"Ibu peduli karena kita adalah sesama ciptaan Allah. Sama-sama saling membutuhkan orang lain. Lagipula Ibu senang melihatmu disini, sejak kamu tinggal disini rasa rindu Ibu terhadap anak Ibu yang sudah pergi ke Belgia bersama suaminya sedikit terobati" cerita sang Ibu. Diah lagi-lagi tidak berekspresi lain kecuali menekuk wajahnya dan berakhir meneteskan air mata yang anehnya tidak bisa kering meski sudah menangis berjam-jam pun.

"Kamu merindukan putramu, Diah?"

Diah mendongak, darimana Ibu ini tahu soal anak Diah? Ah, tentu saja karena ia menangis sangat kencang.

Diah mengangguk pada akhirnya. Meskipun sempat ragu tapi air matanya menandakan bahwa pertanyaan wanita tua itu jawabannya adalah iya. Diah merindukan putranya, Abi.

"Kenapa tidak menemuinya? Kenapa kamu tidak mau memperbaiki semuanya kembali Diah?"

"Karena... Karena aku takut..." Diah terisak hingga kalimatnya terjeda sesaat.

"Aku tidak mau menodai kesucian putraku. Aku tidak bisa membenci pria itu. Aku terlalu lemah.... Aku tidak bisa, Bu"

"Sudah sudah... Jangan diteruskan. Ibu mengerti semuanya ko. Tapi nak, maaf jika Ibu mengatakan ini. Jika Allah tidak memberi waktu lebih untuk pertemuanmu dengan mereka apa kamu tidak akan menyesal? Bukan kamu, pasti mereka menyesal. Setidaknya temuilah mereka"

"Haruskah, Bu? Setelah tiga belas tahun aku kabur?"

Ibu itu mengangguk. "Makan dulu, Diah" katanya menyodorkan mangkuk buburnya kearah Diah.

Sambil menyuap sedikit demi sedikit bubur ayam yang terasa hambar di lidah nya, Diah terus memikirkan kalimat wanita dihadapannya ini. Apa ia harus menemui Abi? Menemui Raden?

Pertanyaannya adalah apa dia sudah benar dengan memilih sembunyi?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gadis Kopi Hitam
755      593     7     
Short Story
Kisah ini, bukan sebuah kisah roman yang digemari dikalangan para pemuda. Kisah ini, hanya sebuah kisah sederhana bagaimana pahitnya hidup seseorang gadis yang terus tercebur dari cangkir kopi hitam yang satu ke cangkit kopi hitam lainnya. Kisah ini menyadarkan kita semua, bahwa seberapa tidak bahagianya kalian, ada yang lebih tidak berbahagia. Seberapa kalian harus menjalani hidup, walau pahit, ...
WEIRD MATE
20      8     0     
Romance
Syifa dan Rezeqi dipertemukan dalam kejadian konyol yang tak terduga. Sedari awal Rezeqi membenci Syifa, begitupun sebaliknya. Namun suatu waktu, Syifa menarik ikrarnya, karena tingkah konyolnya mulai menunjukkan perasaannya. Ada rahasia yang tersimpan rapat di antara mereka. Mulai dari pengidap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pengguna narkoba yang tidak diacuhkan sampai kebencian aneh pa...
Harmonia
47      10     0     
Humor
Kumpulan cerpen yang akan membuat hidup Anda berubah 360 derajat (muter ke tempat semula). Berisi tentang kisah-kisah inspiratif yang memotivasi dengan kemasan humor versi bangsa Yunani. Jika diterbitkan dalam bentuk cetak, buku ini akan sangat serba guna (bisa untuk bungkus gorengan). Anda akan mengalami sedikit mual dan pusing ketika membacanya. Selamat membaca, selamat terinspirasi, dan jangan...
Alex : He's Mine
26      9     0     
Romance
Kisah pemuda tampan, cerdas, goodboy, disiplin bertemu dengan adik kelas, tepatnya siswi baru yang pecicilan, manja, pemaksa, cerdas, dan cantik.
Drama untuk Skenario Kehidupan
99      22     0     
Romance
Kehidupan kuliah Michelle benar-benar menjadi masa hidup terburuknya setelah keluar dari klub film fakultas. Demi melupakan kenangan-kenangan terburuknya, dia ingin fokus mengerjakan skripsi dan lulus secepatnya pada tahun terakhir kuliah. Namun, Ivan, ketua klub film fakultas baru, ingin Michelle menjadi aktris utama dalam sebuah proyek film pendek. Bayu, salah satu anggota klub film, rela menga...
Kita
9      5     0     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Ellipsis
17      7     0     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
Daniel : A Ruineed Soul
4      4     0     
Romance
Ini kisah tentang Alsha Maura si gadis tomboy dan Daniel Azkara Vernanda si Raja ceroboh yang manja. Tapi ini bukan kisah biasa. Ini kisah Daniel dengan rasa frustrasinya terhadap hidup, tentang rasa bersalahnya pada sang sahabat juga 'dia' yang pernah hadir di hidupnya, tentang perasaannya yang terpendam, tentang ketakutannya untuk mencintai. Hingga Alsha si gadis tomboy yang selalu dibuat...
Mawar Putih
1200      620     3     
Short Story
Dia seseorang yang ku kenal. Yang membuatku mengerti arti cinta. Dia yang membuat detak jantung ini terus berdebar ketika bersama dia. Dia adalah pangeran masa kecil ku.
You Are The Reason
13      8     0     
Fan Fiction
Bagiku, dia tak lebih dari seorang gadis dengan penampilan mencolok dan haus akan reputasi. Dia akan melakukan apapun demi membuat namanya melambung tinggi. Dan aku, aku adalah orang paling menderita yang ditugaskan untuk membuat dokumenter tentang dirinya. Dia selalu ingin terlihat cantik dan tampil sempurna dihadapan orang-orang. Dan aku harus membuat semua itu menjadi kenyataan. Belum lagi...