Read More >>"> Egoist (Chapter 5) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Egoist
MENU
About Us  

Ia memikirkan bahwa tak seorang pun mengetahui apa yang telah ia lakukan, atau apa pun yang direncanakan selanjutnya. Sambil berdiri bersandar pada dinding yang disinari matahari lemah sore hari, ia memperhatikan rumah di seberang jalan.

Rumah itu cukup mewah. Ia mengakui bahwa tempat itu sangat nyaman daripada kamarnya yang dipenuhi pakaian kaku akibat darah, bau anyir yang  membuat mual, tempat pisau yang dicuci bersih dengan peroksida agar tetap terlihat bersih, juga senjata api yang disusun rapi bak pajangan dinding. Rumah itu berwarna cokelat muda, tidak seperti kamarnya yang gelap. Memiliki taman yang cukup luas di bagian depan, berbeda dengan Turk yang hanya memiliki tempat penyiksa, laboratorium, dan penggilingan mayat. Tidak ada keindahan seperti ini. Rumah itu rumput-rumput hijau yang dipotong rapi, bunga-bunga berwarna cerah mengundang kupu-kupu,  air mancur bulat di tengah-tengah taman dengan dua kursi di sekitarnya.

Rumah yang memiliki dua pintu berkusen putih merupakan tempat tinggal target Turk berikutnya. Ia melihat lelaki berambut cepak berjalan di balik jendela persegi tanpa tirai—John Freebourn.

Mengamati lelaki ini merupakan kegiatan yang cukup santai. Ia punya waktu tiga hari untuk mendapatkan lelaki itu. Dengan tindakan yang tenang, hati-hati, tapi tepat. Ia kemari setiap pagi dan memperhatikan setiap gerakannya. Menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan buruan. Hari ini adalah hari kedua, di mana ia mulai memikirkan apa yang akan dilakukan terhadap lelaki ini. 

Pintu terbuka dan lelaki itu keluar diikuti seorang perempuan dan dua anak kecil.

Lelaki itu memeluk si perempuan, lalu mengecup masing-masing pipi dua anak kecil itu. Tersenyum, lalu berbalik sambil melambaikan tangan, masuk ke mobil hitam yang terparkir di halaman. Mereka tidak memperhatikannya sama sekali. Bahwa tanpa disadari, ada seekor anjing pemburu yang mulai mengincar.

Ah, lelaki yang telah memiliki dua anak. Ini menyenangkan. Membayangkan tiga orang itu menangis tersedu ketika tahu lelaki itu tidak akan pernah kembali ke sisi mereka.

Berselang satu menit, ia memutuskan untuk masuk ke mobilnya dan membuntuti lelaki itu. Seperti biasa, lelaki itu mengenakan pakaian formal layaknya reporter, berdasi kupu-kupu dengan membawa tas berisikan kamera dan catatan.

Ia bisa melihat dengan jelas lelaki itu dari kaca mobil yang diturunkan. Wajahnya begitu damai, tentram, dengan tatapan yang tajam, mengintimidasi. Mobil yang dikendarai lelaki itu berbelok ke jalanan utama yang lebar, ramai, dan diapit gedung-gedung perkantoran, berbaur dengan mobil-mobil lain, berlomba-lomba mencapai titik henti mereka.

Lelaki seperti ini memang berpikiran sempit, kejam, rakus, dan bodoh. Ia tergolong ke dalam orang-orang yang pantas mati. Namun, ketika lelaki ini tergeletak mati dan kosong setelah beberapa waktu menikmati kekejaman, barulah ia mengerti perasaan orang lain yang disiksanya secara perlahan. Tidak akan sanggup lelaki ini meronta, membantah, atau pergi, dan Turk akan memberikan hukuman yang pantas. Lebih adil dibanding institusi hukum Nilfheim yang angkuh.

Benar. Hukuman Turk adalah hal mutlak. Tidak akan ada yang bisa menghentikan eksekusi mereka dan mereka yang berkuasa di Nilfheim.

Ia akan membalaskan dendam terhadap orang-orang seperti lelaki ini. Ia akan mendatangkan malapetaka yang lebih kejam dibanding apa pun. Ah, memikirkannya saja sudah membuatnya sangat bersemangat. Membuatnya mendapat sebuah rencana hebat yang tidak diketahui oleh siapa pun. Tidak aka nada yang curiga. Ia memiliki sesuatu yang sangat berharga dibalik jaket hitamnya yang telah menanti teriakan lelaki itu.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Setelah ini berakhir, orang-orang yang tertindas akan mendapatkan kebebasan. Rasa sakit, kesal, amarah, dan benci akan digantikan tetesan darah dan teriakan eksotis dari lelaki ini. Tidak akan lama lagi, tenanglah.

Ia melihat mobil itu berhenti di depan gedung tinggi yang dilapisi kaca-kaca besar. Lelaki itu memakirkan mobil, lalu keluar, melangkah masuk. Ia memakirkan di dekat mobil lelaki itu, lalu mengikutinya. Dengan santai, ia berbaur dengan para karyawan yang perlahan memasuki gedung, mulai dengan aktivitas masing-masing. Matanya tak lepas dari lelaki itu, memperhatikan setiap interaksi yang dilakukan.

Seorang perempuan berambut pendek dengan warna cokelat muda menghampiri lelaki itu dengan membawa beberapa berkas. Lelaki itu memperhatikan berkas itu sekilas, lalu mulai menaikkan nada bicaranya, membuat perempuan itu ketakutan. Ah, benar. Ternyata lelaki itu memang seorang bajingan. Seseorang yang tidak bisa menghargai bawahannya sendiri. Terlihat dari kelakuannya yang mempermalukan bawahan di hadapan umum.

Apa sebaiknya ia percepat saja pekerjaannya ini? Ataukah, ia harus bersenang-senang terlebih dahulu?

Ia menarik senyum tipis. Sepertinya, ia memilih pilihan pertama.

Orang-orang ini … sangat berbahaya. Harus dilenyapkan secepat mungkin.

Lelaki itu kembali melangkah sambil tetap mengoceh pada perempuan itu. Ia mengikutinya, menyaksikan keduanya berpisah di ujung tangga. Perempuan itu berbelok menuju bilik-bilik kantor, sedangkan lelaki itu melanjutkan langkah menuju ruangan.

Ia memilih untuk menghabisi lelaki itu di luar gedung. Agar tidak ada keributan, dan bekas. Semua harus rapi. Tidak ada yang boleh mengetahui hal ini. Dan tidak mungkin menghabisi lelaki itu di dalam ruangan. Ia tidak punya peroksida untuk membersihkan jejak. Dan lagi, tidak boleh ada bekas darah di pakaiannya.

Akhirnya, ia menunggu di lobi kantor sambil melihat-lihat aktivitas di sana. Terlihat membosankan, monoton.

Kemarin, ia juga pergi ke tempat ini. Melakukan hal yang sama, berusaha beradaptasi dengan kesibukan pusat kota Nilfheim. Dan lelaki itu—John Freebourn—akan keluar sekitar jam sepuluh. Sedikit membosankan menunggu satu setengah jam, tapi tidak apa. Demi kebahagiaan semua orang yang tertindas di sini.

Benar. Orang-orang egois seperti John Freebourn tidak boleh hidup. Mereka harus mati. Mereka berbahaya. Lebih berbahaya dibanding binatang buas.

Satu jam telah berlalu. Ia menghabiskan waktu-waktunya untuk memikirkan dengan cara apa menghabisi lelaki itu. Apakah ia harus menyayat lehernya? Membuatnya sekarat dengan luka-luka lebam? Ah! Tidak-tidak. Cara-cara itu kurang elegan, tidak cantik, bukan seperti cinta.

John Freebourn tidak boleh mati di tangannya. Ia harus menderita, harus berteriak kesakitan, meresapi dosa-dosanya selama ini.

Hingga akhirnya, waktu yang ditunggunya telah tiba. Ia melihat jam yang terpajang di dinding lobi. Sebentar lagi lelaki itu akan keluar, seperti kemarin.

Namun, apakah lelaki itu benar akan keluar?

Bagaimana jika lelaki itu ternyata tidak keluar?

Apakah ia harus menanti hingga kesempatan berikutnya?

Ah, itu dia. Lelaki itu muncul dengan langkah terburu-buru menuruni tangga. Terlalu tiba-tiba. Membuatnya sedikit tersentak.

Lelaki itu keluar sendirian, masih dengan seragam lengkap layaknya seorang kepala reporter. Wajahnya tampak garang, seperti hendak menelan semua orang di tempat itu hidup-hidup.

Ini dia.

Saatnya telah tiba. Sebuah kesempatan.

Ia bergerak cepat, mendahului langkah lelaki itu seolah telah mengetahui langkah-langkahnya. Seolah tahu apa yang akan lelaki itu lakukan. Tanpa disadari siapa pun, ia memasuki mobil John Freebourn yang tidak terkunci. Begitu ceroboh, tepat seperti yang dijelaskan pada identitas di foto itu.

Ia menunggu lelaki itu untuk masuk, lalu, tepat ketika John memasuki mobil, lengannya melingkari leher lelaki itu, kemudian mencekiknya dengan kuat. Lelaki itu meronta, berusaha membuka pintu mobil. Namun, semua tindakannya itu sia-sia.

Bukan anjing pemburu jika ia tidak bisa melumpuhkan lawannya. Tenaganya terlalu besar untuk menghadapi lelaki sialan seperti ini.

“Si … apa … kau?” Suara lelaki itu begitu lirih.

“Siapa katamu?” Ia makin mengencangkan cekikannya.  “Aku orang yang akan membuatmu menikmati seluruh dosa-dosamu.”

Tubuh lelaki itu mulai melemas, menjadi berat. Ia mengembuskan napas lega, lalu melepaskan cekikannya. Ia mengecek denyut nadi lelaki itu, masih ada.

Lelaki ini masih hidup, tapi tidak sadarkan diri. Ia memperhatikan sekitar, lalu setelah tidak ada yang memperhatikan mereka, dipindahkannya tubuh itu ke mobilnya yang berada di samping mobil lelaki ini.

Selesai.

Target Turk kali ini telah didapatkan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Little Spoiler
52      42     0     
Romance
hanya dengan tatapannya saja, dia tahu apa yang kupikirkan. tanpa kubicarakan dia tahu apa yang kuinginkan. yah, bukankah itu yang namanya "sahabat", katanya. dia tidak pernah menyembunyikan apapun dariku, rahasianya, cinta pertamanya, masalah pribadinya bahkan ukuran kaos kakinya sekalipun. dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu dariku, tapi aku yang menyembunyikan sesuatu dariny...
Dolphins
29      21     0     
Romance
Tentang empat manusia yang bersembunyi di balik kata persahabatan. Mereka, seperti aku yang suka kamu. Kamu yang suka dia. Dia suka sama itu. Itu suka sama aku. Mereka ... Rega Nicholando yang teramat mencintai sahabatnya, Ida Berliana. Namun, Ida justru menanti cinta Kaisal Lucero. Padahal, sudah sangat jelas bahwa Kaisal mengharapkan Nadyla Fionica untuk berbalik dan membalas cintanya. Sayan...
REDAFFA (you are my new dream, my little girl)
9      9     0     
Fan Fiction
Takdir ini pasti sudah menunggu sejak lama, bahkan sebelum kita saling bertemu. Entah itu takdir baik atau buruk kita sudah ditakdirkan untuk bersama. Kita saling terikat satu-sama lain. Kau adalah diriku dan lebih banyak lagi. Kau adalah mimpiku yang baru, gadis kecilku. Namaku Affa. Cita-citaku adalah menjadi seorang mahasiswa di sebuah universitas ternama. Perjalanan panjangku untuk menung...
In the End
8      7     0     
Short Story
In the End, the water was always clear. The whole world reflects to me and it doesn’t care, it reflects what is already there and doesn’t nit-pick on any apparent imperfections. Everything is in a state of tranquility, just like all Ends should be. Peaceful, unbothered, impeccable.
An Ice Cream Story
10      10     0     
Short Story
Cacak seperti lambang tergadai; Kisah ini merupakan perihal orang-orang yang sedang kasmaran. Ini mengenai kisah cinta yang sompek; perkara yang tidak dapat diharapkan lagi. Saking sompeknya, mari bersama menertawai kisah ini melalui perumpamaan manisnya menikmati sebuah ice cream.
Past Infinity
14      8     0     
Romance
Ara membutuhkan uang, lebih tepatnya tiket ke Irak untuk menemui ibunya yang menjadi relawan di sana, maka ketika Om Muh berkata akan memenuhi semua logistik Ara untuk pergi ke Irak dengan syarat harus menjaga putra semata wayangnya Ara langsung menyetujui hal tersebut. Tanpa Ara ketahui putra om Muh, Dewa Syailendra, adalah lelaki dingin, pemarah, dan sinis yang sangat membenci keberadaan Ara. ...
Distance
48      35     0     
Romance
Kini hanya jarak yang memisahkan kita, tak ada lagi canda tawa setiap kali kita bertemu. Kini aku hanya pergi sendiri, ke tempat dimana kita di pertemukan lalu memulai kisah cinta kita. Aku menelusuri tempat, dimana kamu mulai mengatakan satu kalimat yang membuat aku menangis bahagia. Dan aku pun menelusuri tempat yang dimana kamu mengatakan, bahwa kamu akan pergi ke tempat yang jauh sehingga kit...
I LOVE YOU, 100
11      10     0     
Short Story
Aaric Gabrian, nama itu seolah berbunyi berulang di dalam pikiranku. Iya kali ini dia target ku selanjutnya. Setelah aku menyatakan cinta kepada Brian Arthur dan ditolak. Apakah aku harus menerima jawaban yang sama? Oh, aku tidak siap! Semuanya berubah sampai aku bertemu dengan seseorang yang mengubah semua pandanganku. Sosok ini selalu ada, dan aku benar-benar mencintaimu, Aaron August.
Bestie
10      10     0     
Short Story
She changed me.
Love Rain
473      249     0     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...