Read More >>"> Memories The Series - Pandora Box (1. Sebuah awal) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Memories The Series - Pandora Box
MENU
About Us  

Matahari pagi terasa hangat menyinari bumi. Bunga-bunga bermekaran dihinggapi kupu-kupu beragam warna. Seorang gadis kecil berlarian mengitari taman, mengejar anjing kecil kesayangannya. Anjing kecil itu mengendus senang dipelukan sang gadis. Berulang kali si gadis kecil melambai pada orangtuanya yang duduk di kursi taman sambil mengamati malaikat kecilnya itu.

“Ayah, Ibu!” seru gadis kecil. Ia kembali melambaikan tangannya dengan tawa senang menghiasi wajahnya.

“Hana, sini sayang. Kita sarapan.” Panggil sang Ibu. Wanita cantik mengambar senyum indah dihiasi lesung di kedua belah pipinya. 

Gadis kecil itu berlari mendekati orangtuanya. Sang Ayah segera menggendong dan mendudukkannya di pangkuan. Ia tersenyum senang saat Ibu mengangsurkan sandwitch tuna kesukaannya dan segelas susu.

“Hana suka banget susu ‘kan?” Tanya Ayah yang dijawab sang anak dengan anggukan cepat, mulut yang mengelembung penuh oleh makanan membuatnya terlihat semakin mengemaskan.

Ayah adalah sosok laki-laki bertubuh tegap dengan wajah yang memancarkan aura wibawa namun tetap terkesan lembut. Berulangkali senyum bahagia muncul dari wajah lelahnya, ia merasakan kebahagiaan yang tidak terkira saat  bersama keluarga kecilnya.

Gadis kecil duduk sambil menggoyangkan kakinya dipangkuan Ayah. Sesekali dia melemparkan serpihan roti kebawah meja yang segera ditangkap anjing kesayangannya.

“Ayah, kapan kita ke taman hiburan?” Hana menatap Ayahnya sambil kembali menggigit sandwitch-nya.

Ayah tersenyum, mengganguk mengerti. Ia tidak penah bisa mengingkari janji pada gadis kecilnya.

“Segera sayang, mungkin setelah Hana selesai sarapan?” Ujarnya sambil membelai rambut dan menciumi pipi putih anaknya. Senyum segera hadir diwajah putih putri kecil, ia kembali menceritakan keinginannya dengan riang.

Ibu ikut tersenyum melihat buah hatinya tidak henti berceloteh tentang wahana yang ingin dinaikinya di taman hiburan nanti. Senyum itu seketika menghilang saat deru ponsel suaminya seakan menariknya kembali pada kenyataan yang sedang ingin dilupakannya. Sang Ibu kembali merasakan firasat buruk yang selama beberapa hari ini menghantuinya. Ia menatap gelisah suaminya, kegelisahannya semakin besar saat raut tegang muncul di wajah suaminya.

Ayah bangkit sambil mengisyaratkan pada istrinya agar mengambil alih putrinya dalam gendongan. Ibu segera mengendong putrinya dengan tangan gemetar, ia memperhatikan dengan cemas punggung suaminya yang berjalan menjauh untuk bicara dengan seseorang dari balik ponselnya.

“Ibu,” panggil gadis kecil. “Ayah mau kemana?”

Ibu menggeleng dan tersenyum tanpa mampu menghilangkan raut cemas yang tergambar jelas diwajahnya.

“Ayah cuma mau bicara dengan teman di telepon sayang. Ayah nggak akan pergi, ‘kan sudah janji sama Hana.”

Sang putri  mengangguk mengerti.

“Hana mau sandwitch lagi sayang?” Tanya Ibu. Ia ingin sedikit mengalihkan rasa cemasnya dengan memusatkan perhatian pada putri kecilnya.

Sang anak mengeleng lalu menunjuk kebawah pada anjingnya. “Mungkin Inu mau,” ucapnya dengan mimik lucu membuat sang Ibu tertawa gemas.

“Sayang,” panggil Ibu.

Ibu berjalan menghampiri suaminya yang masih terdiam menatap laut lepas yang bersisian dengan tebing menjulang tinggi. Ibu seakan mampu membaca apa yang dipikirkan suaminya. Namun ia tetap menyangkal dalam hati. Semua akan baik-baik saja, doanya.

“Maaf,” hanya sebuah kata yang mampu dikeluarkan sang Ayah. Ia bahkan menghela nafas berat dan mengacak rambutnya. Seakan sebuah kabar buruk baru saja menyadarkannya bahwa tidak ada kedamaian dalam hidup ini.

“Sayang,” Ibu menyentuh lengan laki-laki yang sangat dicintainya itu, “Apa yang terjadi?”

“Kamu dan Hana harus pergi. Hyunsik akan segera datang dan membawa kalian pergi sejauh mungkin.” Ayah menatap istrinya, ia menyesal telah melibatkan keluarganya. Hal yang selama ini sangat ditakutinya telah terjadi, yaitu menempatkan dua malaikatnya dalam bahaya.

“Kamu ikut kan?” Wanita berparas asia itu ketakutan saat melihat sang suami kembali menghela nafas berat.

“Masih ada yang harus aku lakukan. Setelah semua selesai kita akan segera bertemu lagi.” Ayah memegang kedua bahu istrinya yang masih mengendong buah hati mereka.

“Janji.” Sang istri tidak mampu membendung airmatanya, cairan bening itu mengalir dan jatuh kewajah putrinya.

Gadis kecil mendongak, menatap heran pada kedua orangtuanya. Bingung, namun tidak ingin bertanya. Seakan mengerti kalau masalah yang sedang terjadi tidak akan mampu dipahaminya. Ia menjulurkan tangannya untuk menghapus airmata dipipi sang Ibu.

Deru suara mobil yang memasuki pelataran taman mengalihkan perhatian kedua orang yang saling mencintai itu. Sang Ayah berbalik hendak menyambut tamunya, namun langkahnya terhenti begitu seseorang turun dari kursi penumpang salah satu mobil. Ayah segera berbalik dan menarik tangan istrinya menjauh. Tapi  semua terlambat.

Dor!

Suara itu terdengar pelan tapi mampu membuat Ibu dan putrinya terkejut.

“Tidak!” Ibu menjerit saat cairan hangat berwarna merah mengalir dari dada kiri suaminya. Tubuh itu merosot ketanah.

Sang Ayah masih berusaha bangkit untuk melindungi kedua wanita yang sangat dicintainya. Dengan sisa tenaganya, Ayah menarik istri dan putrinya kebelakang tubuhnya.

“Aku sudah menginggatkan mu. Jangan pernah ikut campur dalam masalah ini, tapi kau tetap keras kepala. Sekarang kau tau, aku tidak pernah main-main dengan ancaman ku.” Laki-laki bermata sipit dengan bekas luka memanjang diwajahnya memandang sinis tubuh yang terduduk ditanah.

“Kau! Jangan pernah melibatkan keluargaku,” hardik Ayah disela nafasnya yang semakin memburu. Ibu mendekap erat putrinya, menghalangi pemandangan memilukan dari mata kecil itu.

“Oh, keluarga.” Laki-laki itu melirik wanita berwajah asia dan gadis kecil yang meringkuk ketakutan dalam dekapan lengan Ibunya.

“Ayumi dan ... Hana?” laki-laki itu mengulurkan tangannya menyentuh rambut gadis kecil tapi langsung ditepis sang Ibu.

“Jangan sentuh anakku dengan tangan kotormu!” sentak Ibu. Wajahnya pucat ketakutan, namun ia tetap berusaha keras melindungi putrinya.

“Hyun ... Sik ... teganya kau!” desis Ethan dengan suara lemah. Matanya menatap tajam laki-laki yang meringkuk tidak berdaya didekat mobil dengan wajah penuh lebam dan darah.

“Maaf, maaf, mereka menahan Eri dan anakku.” cicitnya disela tangis. Ia menatap sahabatnya pilu sambil terus memohon maaf.

“A-aku akan menuruti semua perintahmu tapi kumohon jangan sentuh keluargaku.” desah Ayah putus asa. Ia memohon agar mereka mau melepaskan istri dan anaknya.

Laki-laki dengan bekas luka mendesah malas, “Tapi aku tidak membutuhkan mu lagi. Lagipula aku harus melenyapkan seluruh bukti agar tidak ada lagi yang menghalangi langkahku.” Ia tertawa dan bangkit, mengarahkan pistolnya ke kepala laki-laki yang menjadi targetnya.

Tiba-tiba gadis kecil menjerit, menangis sekuat-kuatnya. Rasa takut menyerangnya, ia merasa kedua orangtuanya berada dalam bahaya. Ibu menurunkan gendongannya, menarik tubuh kecil putrinya untuk berlindung dibelakang orangtuanya.

“Jangan,” Pinta Ibu dengan wajah memelas, “Hentikan Kimuya.” Mohonnya.

Laki-laki itu tersenyum pahit, menatap pilu wanita yang sangat dikenalnya.

Ibu menggeleng, ia tahu tidak ada yang bisa dilakukannya untuk menghentikan laki-laki dihadapannya. Sebelum pelatuk ditarik, ia melangkah cepat berdiri dihadapan suaminya. Menghadang peluru yang telah siap menghantam tubuh orang yang dicintainya.

Dor!

Laki-laki tersentak, begitu melihat tubuh wanita yang selama ini dihormati luruh ke tanah. Ia hanya dapat memejamkan matanya. Meresapi dan menyimpan penyesalan untuk dirinya sendiri.

Sang suami hanya dapat menangkap tubuh istrinya yang tidak lagi bergerak. Tangis sang anak mengiringi kepergian wanita terbaik dalam hidup keduanya.

“Hentikan Kimuya, Jangan!” teriakan pilu laki-laki lainnya terdengar terdengar lemah samar-samar, tertelan deburan ombak yang pecah saat menyentuh tebing.

Dor!

Laki-laki dengan bekas luka kembali melepaskan satu tembakan, mengantarkan Ayah menyusul istrinya.

“Ibu, Ayah!” jerit gadis kecil pilu. Tangisan tidak terbendung, menatap tubuh kedua orangtuanya tergeletak bersimbah darah didepan matanya.

Laki-laki itu mendekati dua tubuh yang tergeletak ditanah, tidak lagi bernyawa. Tatapannya sulit diartikan, hanya tatapan kosong. Tidak ada kegembiraan ataupun kesedihan dibalik iris gelapnya. Matanya beralih pada gadis kecil yang menangis histeris disamping tubuh kedua orangtuanya.  Laki-laki itu tersenyum getir lalu mengangkat moncong pistol ditangannya. Kali ini diarahkan tepat di pelipis gadis kecil.

“Hana, sabar sayang. Sebentar lagi kamu akan menyusul Ayah dan Ibumu.” bisiknya tepat ditelinga gadis itu.

“Tidak, Jangan! Dia masih kecil. Kenapa kau tega membunuhnya,” teriakan kembali terdengar. Tubuh lemah tidak berdaya terus meronta dalam cekalan para laki-laki bersenjata dan berpakaian serba hitam yang menahannya.

“Tega? Aku tidak peduli apapun,” dengus Laki-laki dengan bekas luka sebelum melepaskan sebuah tembakan yang tepat mengenai pelipis gadis kecil. Tubuh itu jatuh terbaring bersama orangtuanya. Menuju kebersamaan dalam kedamaian.

“Tidak...”

“Maaf...”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Andrean
74      16     0     
Romance
Andita si perempuan jutek harus berpacaran dengan Andrean, si lelaki dingin yang cuek. Mereka berdua terjebak dalam cinta yang bermula karena persahabatan. Sifat mereka berdua yang unik mengantarkan pada jalan percintaan yang tidak mudah. Banyak sekali rintangan dalam perjalanan cinta keduanya, hingga Andita harus dihadapkan oleh permasalahan antara memilih untuk putus atau tidak. Bagaimana kisah...
#SedikitCemasBanyakRindunya
42      14     2     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Perihal Waktu
3      3     0     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
A - Z
30      12     0     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
29.02
5      5     0     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Mimpi Milik Shira
5      5     0     
Short Story
Apa yang Shira mimpikan, tidak seperti pada kenyataannya. Hidupnya yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun sebaliknya.
DarkLove 2
12      5     0     
Romance
DarkLove 2 adalah lanjutan dari kisah cinta yang belum usai antara Clara Pamela, Rain Wijaya, dan Jaenn Wijaya. Kisah cinta yang semakin rumit, membuat para pembaca DarkLove 1 tidak sabar untuk menunggu kedatangan Novel DarkLove 2. Jika dalam DarkLove 1 Clara menjadi milik Rain, apakah pada DarkLove 2 akan tetap sama? atau akan berubah? Simak kelanjutannya disini!!!
Marry Me
3      3     0     
Short Story
Sembilan tahun Cecil mencintai Prasta dalam diam. Bagaikan mimpi, hari ini Prasta berlutut di hadapannya untuk melamar ….
Return my time
6      5     0     
Fantasy
Riana seorang gadis SMA, di karuniai sebuah kekuatan untuk menolong takdir dari seseorang. Dengan batuan benda magis. Ia dapat menjelajah waktu sesuka hati nya.
Farewell Melody
4      4     0     
Romance
Kisah Ini bukan tentang menemukan ataupun ditemukan. Melainkan tentang kehilangan dan perpisahan paling menyakitkan. Berjalan di ambang kehancuran, tanpa sandaran dan juga panutan. Untuk yang tidak sanggup mengalami kepatahan yang menyedihkan, maka aku sarankan untuk pergi dan tinggalkan. Tapi bagi para pemilik hati yang penuh persiapan untuk bertahan, maka selamat datang di roller coaster kehidu...