Read More >>"> Ankle Breaker: Origin (Chapter 1: Alter) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ankle Breaker: Origin
MENU
About Us  

[Chapter 1: Alter] 

Satu lapangan basket yang dibangun dalam satu bidang dengan hamparan rumput hijau, —persis sebelah kiri gedung kantor yang judulnya dibuat besar nan diterangi lampu LED kekuningan sehingga terlihat dan cukup jelas dibaca: Community Center – Taman Industri Mukakuning— sedang dipakai  seorang laki-laki. Kuning semi gradasi putih kulit tubuhnya bisa tabah melawan tusukan hawa dingin udara malam Batam. Tidak terpengaruh perasaan horor sekaligus melihat adanya penampakan dari rindang pohon-pohon jalanan sekitarnya.
Lagipula dua penerangan terpisah yang sejajar garis tengah lapangan berfungsi, mengamankan dia dari sudut gelap, juga menampakkan rambutnya yang ikal lebat dan berponi warna kemerahan. Dia yang semangat berlatih tanpa tim, posturnya cukup berpotensi untuk melakukan tip-off, dunk maupun alley-oop, selain kurang terlihat kuat jika melakukan block melawan dunk atau lane-up dari lawan yang bertubuh ideal, apalagi yang atletis. Kecuali dia menaikkan berat badan sekaligus membesarkan ototnya.

Beberapa teknik dasar telah dia lakukan untuk melatih diri sendiri. Teknik kali ini, membuatnya ketagihan, sampai terus mengulanginya karena penasaran bagaimana: jarak, waktu, garis sudut dan tinggi lompatan pertama yang ia lakukan sebelumnya berhasil. Ia masih mencoba menghempas bola masuk rim dengan tangan kanan bertenaga penuh sekuat dunk. Beberapa kali mengulangi, terus melakukannya meski masih gagal semenjak percobaan kedua. Sampai akhirnya dia berhenti, menahan bara semangatnya karena menjadi sungkan ketika jam dunk-nya yang kesekian masih meleset itu memantul dan bergulir menuju sepasang sepatu seorang selain dia, ada di dalam lapangan mengambilkan bolanya.
Karena itu dia jadi gugup, dalam hatinya menimbang keyakinan dan keraguan tentang keaslian dan kenyataan perempuan itu, memastikan kalau bukan refleksi perasaan horor dari rindang pohon-pohon jalanan mau pun taman kantor di sebelah.

“Teknik sulit yang bagus,” bukannya mengembalikan bola ke laki-laki itu dengan satu lemparan, tapi melangkah biasa, menghampiri seperti ingin mengembalikannya langsung.
Si pemain basket pikir, suara perempuan itu terdengar normal, cara berjalannya biasa masih terkait gravitasi.

“Enggak terganggu sama kehadiranku, kan? Aku lagi nunggu temen-temenku yang mau latihan di sini. Tapi mereka lama, sih! Padahal tadi bareng aja, aku bilang mau ke Aprilmarket dulu beli minum buat mereka. Tapi malah aku duluan yang nyampe sini,” ujarnya seperti sudah saling kenal. “Hemh, dasar!” tambahnya  kesal.
Jadi keyakinan si pemain basket semakin membenarkan realitas perempuan itu, percaya kalau aroma parfum dari dekat seperti permen karet rasa anggur, dan wajah tanpa make-up tebal itu natural, tanpa unsur kesengajaan apalagi godaan. Jelas perempuan itu bukan halusinasi penampakan. Perempuan itu menyerahkan bola. Kemudian si pemain basket lebih dulu mengulurkan jabat tangan perkenalan.

“Makasih, ya. Aku Alter.” 

Akhirnya Alter bisa mengukur suhu genggaman tangan perempuan itu, cukup menghangatkan, menghalau segala hawa dingin yang Alter rasakan.

“Siapa?” memastikan, takut salah menyebut namanya karena perempuan itu kurang familiar mendengarnya.

“Alter.”

“Oh! Trea. Pertama kalinya aku lihat kamu di sini.”

“Ya. Baru pertama kali aku pakai court ini.”
“Oh, ya? Dan, teman mainmu?”

Alter menggeleng kepala. “Mungkin kamu yang pertama.”

Trea dibuat tersenyum mendengarnya. “Oh, ya. Kita bisa jadi teman.”

Karena suara dehem seseorang, perhatian mereka berdua teralihkan.

“Guys! Kalian ngaret banget, sih sumpah! Sengaja, ya bikin aku nunggu di sini sendirian? Mana lagi sepi begini. Untung ada Alter. Eh, ya, kalian kenalan, dong sama Alter.”

Alter lihat, kelima laki-laki kenalan Trea itu seperti sebuah tim, tim inti yang mau latihan di situ.

“Gue Mo Drage. Makasih udah jagain satu cewek bawel ini.”

“Alter,” balas perkenalan.

Pertama Alter pikir namanya Modrek sebelum membaca wordart pada dada kaus hitamnya yang tertulis Mo Drage. Ya, dibaca seperti yang dia ucapkan: Modrek. Sebuah a.k.a alias nama tenar laki-laki berponi pirang ini. Alter hormati dengan tidak menanyakan nama asli. 

“Andreka,” Trea menyela.

“Bawel,” timpal Andreka.

Karenanya tidak perlu Alter tanyakan nama aslinya. Setelah Andreka... 

“Siix.”

Nama a.k.a-nya dicetak permanen di lengan kanannya, empat huruf drop vertikal S-i-i-X. Ototnya bagus membentuk tingkat kesesuaian maksimum dengan kulit cokelatnya. 

“Wasik,” sela Trea lagi. 

“Ivan.”

Trea tidak lagi menyela. Pasti Ivan memperkenalkan nama aslinya.

“Bactio.”

“Bimo.”

“Sering latihan di sini, ya? Kok aku gak ada lihat kamu sebelumnya, tiap sore ...  di sini, atau weekend?” seperti perdananya melihat Alter saat itu, Mo Drage penasaran.

“Aku belum lama di sini. Tiga hari terakhir aku kayak lihat kalian latihan di sini waktu sore. Jadi bisa aku pakai waktu malam.”

“Alone?”

“As you see.”

Andreka mengangguk pelan. “Jadi, kalau sekarang berenam?”

Awalnya Alter sedikit terkejut, oleh pertanyaan yang seawal itu. “Kenapa enggak?”

“Okay. Tapi enggak semudah itu.”

***

Trea sambil menggunakan kameranya ke mode merekam di antara keempat teman laki-lakinya, dari tepi court menyaksikan Andreka dan seorang kenalan baru mereka sedang bersiap mencoba kemampuan satu sama lain. Drible dimulai dari Alter.

“Kamu harus kalahin minimal tiga dari kita. Dengan begitu kamu aku jadiin anggota keenam Antologia,” ujar Andreka sambil mempertahankan konsentrasi penjagaannya.

“Antologia?” Alter tampak tidak percaya dengan nama yang Andreka sebutkan.

“Ya. Antologia,” Andreka sebutkan lagi dengan tempo lebih lambat, juga lebih bangga. Namun tidak kalah cepat ketika tiba-tiba bereaksi dengan gerakan pertama kenalan barunya, mengimbangi kombinasi dari drible, crossover dan drive Alter yang dilakukan dengan tempo acak. Perlu kedalaman konsentrasi dan akurasi prediksi untuk menangani gaya bermain seperti ini. Sambil batin Andreka terheran menyaksikan Alter melakukannya seperti tanpa mengalami efek ketidak-seimbangan.

 Tampaknya raut muka Andreka mulai serius, kontras dengan Alter yang tampak tenang. Sebagaimana Trea dan empat teman laki-lakinya lihat dari tepi court, sesaat berhentinya langkah Andreka disebabkan oleh beban dari banyak gerakan silang untuk mengimbangi gaya bermain Alter. Karena memaksakan kakinya untuk menghentikan Alter yang mendapat celah untuk melewatinya, Andreka sampai tidak menyadari bahwa keseimbangan pada pergelangan kakinya goyah, tidak mendukung arah gerakan badan yang mengakibatkan Andreka jatuh dengan sendirinya sesuai arah pergeseran pusat gravitasi posturnya.

 Alter berhasil membuat lay-up tanpa ada hambatan lainnya. Dari bawah rim Alter lihat Andreka sedang menegakkan diri kembali, lalu menyerahkan bolanya ketika mengira Andreka sudah bangkit dengan sempurna dan mudah untuk menangkap operan. Lalu keduanya kembali bertatap muka.

“Kamu emang berniat melakukannya, ya?” tanya Andreka, menyimpulkan demikian.

“Maaf!” sesal Alter, “tadi beneran enggak sengaja.”

Andreka menghentikan drible. “Cukup,” ekspresinya beralih menjadi santai. “Aku udah tahu, maksud dari gaya basketmu. Ankle breaker. Bahkan kamu bisa lakuin itu buat menghadapi beberapa lawan sekaligus, kalau aku benar,” merasa yakin dengan kesimpulannya.

“Jadi? Kamu keberatan?”

“Kamu adalah ...,” Andreka memberi uluran tangan kanan yang kedua kalinya untuk Alter, “Antologia.”

Alter merasa cengang, belum begitu menerima pernyataan Andreka yang berbeda dari kesepakatan awal. “Bukannya...”

Kelima teman Andreka lainnya bergegas menghampiri.

“Anggota keenam!” seru Ivan bungah.

“Teman baru!” sambut Wasik.

Bactio dan Bimo hanya berteriak, “Yuuhuuu!” dan, “wooo!”

“Alter!” seru Trea dengan panjang.

Alter merasa tersanjung. Antologia ... mensyukuri kehadirannya

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Gladistia

    Baru 2 chapter, udah suka. Jadi nostalgi. Keren Dhio, lanjut dongsss.... ^^

    Comment on chapter Chapter 3: Excalibur
Similar Tags
The Red String of Fate
409      319     1     
Short Story
The story about human\'s arrogance, greed, foolishness, and the punishment they receives.
BAD
134      74     0     
Fan Fiction
Jeong-Min paling tidak suka jika sudah dibanding-bandingkan dengan Soo-Kyo, saudara tirinya. Baginya, Soo-Kyo adalah Soo-Kyo, dan dirinya adalah dirinya. Mereka berbeda, tentu saja. Bad girl, mungkin sudah sangat melekat dalam dirinya. Rokok, klub malam, bolos sekolah, surat teguran dari guru BK, sepertinya sudah menjadi bagian dari hidupnya. Persahabatannya dengan Jong-In mengajarkannya apa a...
Golden Cage
21      11     0     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Warna Untuk Pelangi
191      99     0     
Romance
Sebut saja Rain, cowok pecinta novel yang dinginnya beda dari yang lain. Ia merupakan penggemar berat Pelangi Putih, penulis best seller yang misterius. Kenyataan bahwa tidak seorang pun tahu identitas penulis tersebut, membuat Rain bahagia bukan main ketika ia bisa dekat dengan idolanya. Namun, semua ini bukan tentang cowok itu dan sang penulis, melainkan tentang Rain dan Revi. Revi tidak ...
Goresan Luka
442      370     10     
Short Story
Cerpen ini menceritakan tentang kisah nyata hidupku. Aku memiliki kakak yang mempunyai kecacatan mental yang bernama Ina. Meskipun mempunyai kekurangan, aku sangat menyayanginya. Aku sangat takut kehilangannya. Hingga pada suatu hari ia meninggalkanku ketika pulang les menari. Aku dan keluargaku benar-benar khawatir padanya. Akankah kak Ina dapat ditemukan? Akankah kak Ina benar-benar pergi menin...
Please stay in my tomorrows.
10      10     0     
Short Story
Apabila saya membeberkan semua tentang saya sebagai cerita pengantar tidur, apakah kamu masih ada di sini keesokan paginya?
Sekotor itukah Aku
8      8     1     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
Cinta Tak Terduga
93      78     0     
Romance
Setelah pertemuan pertama mereka yang berawal dari tugas ujian praktek mata pelajaran Bahasa Indonesia di bulan Maret, Ayudia dapat mendengar suara pertama Tiyo, dan menatap mata indah miliknya. Dia adalah lelaki yang berhasil membuat Ayudia terkagum-kagum hanya dengan waktu yang singkat, dan setelah itupun pertemanan mereka berjalan dengan baik. Lama kelamaan setelah banyak menghabiskan waktu...
Youth
388      216     0     
Inspirational
Salah satu meja di kafe itu masih berisikan tiga orang laki-laki yang baru setahun lulus sarjana, mereka mengenang masa-masa di SMA. Dika, Daffa, dan Tama sudah banyak melewati momen-momen kehidupan yang beragam. Semuanya tak bisa mereka pilih. Mereka diizinkan berkumpul lagi setelah sempat berjanji untuk bertemu di tanggal yang mereka tentukan. Apa pun yang terjadi, mereka harus berkumpul pa...
Abimanyu
6      6     0     
Short Story