Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, hidup seorang anak laki-laki bernama Damar. Usianya baru enam belas tahun, namun rasa penasarannya pada dunia jauh melampaui usianya. Setiap pagi, ia membantu ibunya di ladang, menanam jagung dan merawat kambing-kambing. Hidup mereka sederhana, damai, tapi ada satu aturan yang tak pernah dilanggar oleh siapa pun di desa itu: jangan pernah masuk ke Hutan Kelam.

"Di sana tinggal makhluk-makhluk yang tidak bisa kita pahami," kata Pak Lurah suatu sore saat Damar mencoba bertanya.

Damar mendengarkan, tetapi hatinya gelisah. Mengapa tidak boleh? Apa yang sebenarnya ada di dalam hutan itu?

Malam itu, saat bulan setengah tersembunyi di balik awan, Damar terbangun. Ada suara memanggilnya dari kejauhan.
"Damar... Damar..."
Suara itu lemah, hampir seperti bisikan, namun entah kenapa terdengar jelas di telinganya. Ia bangkit dari tempat tidur, mengintip ke luar jendela. Hanya kegelapan dan kabut tipis yang menyelimuti desa.

Keesokan harinya, saat berjalan melewati batas desa, matanya menangkap sesuatu di tanah. Sebuah liontin tua, setengah terkubur lumpur. Ia memungutnya — benda itu terasa hangat di telapak tangannya, seolah memiliki denyut sendiri. Ada simbol aneh terukir di tengahnya, menyerupai mata yang terbuka.

Damar menunjukkan liontin itu kepada beberapa orang tua di desa. Bukannya menjelaskan, wajah mereka malah berubah pucat.
"Simpan baik-baik," kata Pak Lurah cepat-cepat. "Dan jangan pernah kembali ke tempat kau menemukannya."

Malam berikutnya, suara itu datang lagi.
Lebih jelas. Lebih mendesak.
"Damar... tolong aku..."

Tanpa sadar, kakinya melangkah keluar rumah. Ia melewati pagar desa, berjalan ke arah Hutan Kelam. Kabut semakin tebal, udara terasa lebih dingin.

Begitu Damar menyentuh batas pertama pepohonan, liontin di tangannya bergetar hebat. Dari dalam kegelapan, dua mata bersinar merah menatapnya...