Read More >>"> The Friends of Romeo and Juliet (8. Dilar) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Friends of Romeo and Juliet
MENU
About Us  

“Dilar.”

Aku menoleh, sekarang sedang dalam perjalanan ke kelas Rey. Berharap kalau itu kelas Yuki juga karena aku sendiri lupa apa mereka satu kelas atau tidak. Untungnya yang memanggilku sepertinya punya urusan juga dengan Yuki. Kak Junna.

“Mau ke kelas Yuki, kak?” beberapa murid cowok terliat terkesiap dengan lewatnya Kak Junna. Rambut panjangnya melambai, seragamnya rapi dan tidak mengundang. Benar-benar seperti putri modern. Percaya diri, pintar, berprestasi, dan menarik.

“Yap, kamu juga?”

“Ada pesan dari ketua.”

Dia tertawa kecil, “Sekarang jadi pak pos?”

“Mau gimana lagi. Kalau dia sama Yuki ketemu langsung gempa bumi, kak.”

Kak Junna tertawa lagi.

Kami berjalan bersama menuju kelas yang sama. Syukurlah. Kak Junna memanggil Yuki dan anak itu, yang membuatku senang, langsung menggamit Rey bersamanya.

“Kak Junna!” dia dengan senang menyambut sang Ratu, “Kak Dilar.” Dia menyambutku dengan kurang antusias. Aku hanya fokus pada senyum sopan Rey, yang ditujukan untuk kami berdua.

“Gimana, Lar? Katanya ada pesan dari ketua?” Kak Junna mulai dariku. Aku mengangguk. “katanya boleh, asal jangan terlalu terang-terangan. Kalau nggak keberatan dan nggak mengganggu, kami minta tolong Kak Junna mengawasi.”

Aku melupakan satu hal, Yuki melongo, “Ketua OSIS tahu dari mana?” dia melirik Rey.

Rey langsung pucat, aku dengan cepat menanggapi, “Risa yang lapor diam-diam. Bukan ngadu, tapi dia curiga kamu dimintai tolong tanpa proposal resmi dari ekskul yang minta dana tambahan. Gitu-gitu Hamka bisa tahu dengan sendirinya, kok.”

“Jadi udah tahu?” dengan Yuki mengerutkan wajah. Mungkin sedang berpikir kenapa Hamka nggak langsung bilang ke dia daripada memancingnya debat dua hari dua malam. Tapi aku pun lega melihat ekspresi Rey kembali tenang. Hampir saja.

Kak Junna tersenyum padaku, “Jadi udah beres kan? Waktu istirahat kita eksekusi?”

Rey meringis, “Kak Junna….bahasanya….”

Kak Junna terlihat sedikit sadis, sepertinya ada yang membuatnya senang tadi, “Hihi, nggak, nggak…bercanda aja kok. Kita kumpul aja di depan ruang OSIS, lebih deket ke ruang ekskul lainnya.”

“Siap kak!” Yuki menghormat ala tentara. Lalu berkata padaku dengan enggan, “Makasih Kak Dilar.”

Oke, aku tahu sekarang kenapa Hamka nggak suka anak ini. Sikapnya kurang ajar, meski bisa dimengerti karena aku teman musuhnya. Tapi aku sudah berbaik hati jadi tukang pos. Tulus sedikit nggak akan bikin dia gatal-gatal kan?

Beda dengan Rey, yang lalu tersenyum tulus dan manis, “Makasih Kak Dilar, Kak Junna…” Aku berjuang untuk tidak ikut tersenyum karena menerima senyum itu. Alhasil aku hanya berkata, “sama-sama.”

Kak Junna menatapku sebentar, lalu balas tersenyum ke Rey. “Sampai nanti pas istirahat, Yuki, Rey.”

Kami pun berlalu dari kelas itu. Setelah ini ada Fisika yang berarti Quiz. Tapi rasanya aku tidak keberatan mau disuruh mengerjakan Quiz sampai periode akhir juga. Aku berusaha fokus ke jalanku, tapi lalu menyadari Kak Junna memperhatikanku dengan tersenyum.

“Kenapa kak?”

“Nggak. Kayaknya kamu seneng banget ya? Padahal Yuki kan musuhan sama sahabatmu sendiri?”

Aku berusaha tetap tenang dan mengangkat bahu, “mereka musuhan pun bukan berarti aku harus ikut musuhin kan? Pertemanan kan bebas dengan siapa saja?”

“Hmmmm…..betul itu,” Kak Junna mengangguk. Aku lega karena tiga detik setelahnya Kak Junna tidak mengatakan apa-apa lagi, tapi detik berikutnya aku hampir tersandung mendengar apa yang diucapkannya.

“Jadi karena bebas itu kamu nggak Cuma temanan, tapi juga macarin sahabat dari musuh sahabatmu?”

Kalau bukan di koridor, dengan banyak siswa masuk keluar kelas, aku bakal benear tersandung terus jatuh guling-guling sampai ujung koridor..

“Ngeliat napasmu hampir berhenti selama-lamanya dan dagumu hampir mau jatuh ke lantai, yang aku bilang bener, ya?”

Aku tidak sadar, tapi napasku memang tertahan, sikap cool-ku yang hampir berantakan, mati-matian kupertahankan. Kak Junna dengan anggun dan tenang tetap berjalan. Aku mengikutinya, berbisik. “Sejelas itu ya?”

“Nggak…Yuki nggak curiga kan? Dan good job karena Hamka juga kutebak belum sadar sampai sekarang.” dia menatapku dengan pandangan menyelidik, “Kutebak, sudah sejak dia masuk SMA ya?”

Aku menahan diri agar wajahku tidak memerah, yang aku tidak tahu berhasil atau tidak. Dia tertawa, “Kamu serius ya? Kalau dari dia masuk SMA berarti udah dari SMP nih jangan-jangan?”

Kontan aku ragu, Kak Junna bukan tipe penggosip. Tapi rahasia yang ‘menarik’ begini, siapa yang tahu dia akan cerita ke siapa? Aku hanya mengangguk. Tapi menuntut penjelasan lebih lanjut.

“Seriusan, Kak, memang keliatan ya?”

“Aku nggak yakin sampai waktu Rey senyum tadi. Tatapan mata kamu lembut banget, aku jadi malu sendiri ngeliatnya. Apalagi kamu mati-matian nahan buat nggak senyum balik. Terus soal Hamka yang tahu, dan reaksi Yuki. Jelas dia cuman cerita ke Rey, tapi Rey langsung pucat waktu disinggung. Dan kamu, kayak pangeran berkuda putih bersenjata ngeles, bikin alasan bagus buat nyelametin dia. Jelas, kalian punya hubungan di belakang sahabat-sahabat kalian. Dan aku ragu itu sebagai ‘teman’ biasa, kalau kalian sampai sembunyi-sembunyi begitu.”

Ocehan Kak Junna yang agak terlalu bersemangat membuatku malu sendiri. Jadi, sejelas itu. Meski cuman ketahuan buat orang berpikiran tajam seperti Kak Junna.

“Kak, tolong dirahasiain ya.”

“Demi Rey?”

“Demi kami berempat. Karena jelas, Hamka nggak suka Yuki, dan Yuki benci Hamka sampai ke tulang-tulang.”

Kak Junna mengangguk, “Aman. Kurahasiain dan nggak akan kuceritain. Bagian otak pengambil keputusan udah menyingkirkannya ke barisan belakang memori.”

Yang juara Olimpiade Biologi Hamka, bukan aku, jadi aku tidak tahu bagian otak yang dibicarakan senior ini.

“Kamu tahu alasan mereka saling benci?”

Aku mengangkat bahu, “Hamka nggak mau cerita. Seenggaknya, kata dia, dia nggak benci, cuman nggak suka. Kalau Yuki juga, entah, Rey bilang Yuki kemungkinan cuman reaktif, bereaksi balik karena Hamka yang pertama nggak suka sama dia.”

“Gitu…. susah juga ya. Backstreet tapi di belakang temen. Orangtua kalian tahu?”

Kenapa orang ini punya kharisma yang bikin orang merasa harus menjawab pertanyaannya? Karena aku mendengar diriku menjawab, “tahu….kami…eh, tetanggaan.”

Untuk pertama kalinya, senyum Kak Junna yang biasanya anggun berubah menjadi jahil dan menggoda, “Oooooooh……”

Oke, cukup. “Udah ya kak. Ingat. Jangan bilang siapa-siapa.” Dengan berani aku mewanti-wanti sedikit mengancam. Dia hanya tersenyum dan mengangguk. Kami pun berpisah begitu mencapai koridor pemisah kelas sebelas dan dua belas.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kumpulan Quotes Random Ruth
28      10     0     
Romance
Hanya kumpulan quotes random yang terlintas begitu saja di pikiran Ruth dan kuputuskan untuk menulisnya... Happy Reading...
Akai Ito (Complete)
13      10     0     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...
L & A
14      14     0     
Romance
LA (From Aquarius to Leo) ____ The Blue adalah sebuah perusahaan majalah tempat di mana Riu bekerja. Dia bisa ada di sana karena bantuan seorang kepala editor yang memberikan ia kesempatan bekerja di sana. Riu bertemu dengan banyak orang. Dia memiliki usia paling muda di antara semua orang di perusahaan itu. Riu bekerja di tim editor bersama beberapa orang lainnya. Hari itu ia tidak s...
Segaris Cerita
3      3     0     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
Altitude : 2.958 AMSL
2      2     0     
Short Story
Seseorang pernah berkata padanya bahwa ketinggian adalah tempat terbaik untuk jatuh cinta. Namun, berhati-hatilah. Ketinggian juga suka bercanda.
Until The Last Second Before Your Death
279      219     4     
Short Story
“Nia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”
NADA DAN NYAWA
81      25     0     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...
Letter From Who?
4      4     0     
Short Story
Semua ini berawal dari gadis bernama Aria yang mendapat surat dari orang yang tidak ia ketahui. Semua ini juga menjawab pertanyaan yang selama ini Aria tanyakan.
pat malone
29      4     0     
Romance
there is many people around me but why i feel pat malone ?
Ketos in Love
13      5     0     
Romance
Mila tidak pernah menyangka jika kisah cintanya akan serumit ini. Ia terjebak dalam cinta segitiga dengan 2 Ketua OSIS super keren yang menjadi idola setiap cewek di sekolah. Semua berawal saat Mila dan 39 pengurus OSIS sekolahnya menghadiri acara seminar di sebuah universitas. Mila bertemu Alfa yang menyelamatkan dirinya dari keterlambatan. Dan karena Alfa pula, untuk pertama kalinya ia berani m...