(mungkin) mulai hari ini Zo'r : TS bakal update setiap minggu entah hari apa, jadi jangan sampai kelewatan, ya. Selamat membaca~
28 Maret 2347
Madrid, Spanyol
Dear Diary,
Hari ini aku kembali. Sudah setahun, ya? Terlalu banyak yang terjadi setahun aku menghilang ini. Aku bertemu lagi dengan mereka. Iya, mereka yang sering ada dalam diary ini, terutama awal-awal aku menulis. Tidak bisa dipercaya, bukan? Iya, aku sendiri juga tidak percaya, tetapi itu benar adanya.
Tahun lalu, ketika aku dijemput Kak Cruzita, ternyata aku dibawa kembali ke tempat itu. Tempat pertemuan pertama dan terakhir kami. Markas Iustum. Aku benci, aku tidak suka Iustum. Namun, aku bersyukur. Jika aku tidak dibawa saat itu, mungkin aku tidak akan bisa melihat mereka lagi. Aku tidak akan bisa bertemu lagi dengan mereka.
Walaupun Iustum sudah mempertemukanku kembali dengan mereka, aku tidak akan berterimakasih. Pada Falsus juga, tidak akan! Falsus telah melenyapkan Neo! Aku sangat kaget, dia memilih untuk mengorbankan dirinya. Semoga kau tenang, Neo. Aku pasti akan hidup bahagia, tidak akan kusia-siakan pengorbananmu itu. Terima kasih banyak, Neo, untuk segalanya.
Ah, Neo, aku terus teringat akan momen-momen kita bersama. Kenapa kau harus pergi dulu? Bukankah lebih baik pergi bersama? Tidak, aku bercanda, aku, kan, sudah berjanji padamu. Ah, Neo, aku ingin mengobrol bersamamu lagi, sebenarnya. Aku kagum bagaimana kau berpikir, tingkahmu, juga otakmu itu. Hebat sekali, Neo. Lihatlah, aku sedang memakai benda pemberianmu, nyaman sekali rasanya. Sekali lagi, terima kasih, Neo.
Ah, kenapa aku jadi menceritakan tentang itu? Harusnya aku menceritakan tentang hal ang baru saja terjadi beberapa menit lalu, yang membuatku tremor. Aku kedatangan tamu. Orang yang paling kubenci sedunia, ya, kebencianku pada Iustum dan Falsus tidak akan bisa menyainginya bahkan jika ditambah. Dia rivalku, sekaligus kakak kembarku.
Namanya Kesya. Dia lebih tua beberapa menit dariku. Dia sudah merampas semuanya dariku, dan dia kembali! Untuk apa? Aku juga tidak tahu, yang pasti aku membencinya! Sangat membencinya. Karir berhargaku, keluarga angkatku, teman-temanku, semuanya dirampasnya. Aku tidak punya apa-apa lagi. Aku hanya punya kemampuan dari Iustum, apakah dia mau? Ambil saja, ambil. Aku tidak memerlukan kecepatan ini! Sama sekali tidak butuh!
Untuk apa aku punya tubuh yang sangat cepat ini jika aku tidak bisa memanfaatkannya? Untuk apa?! Bahkan aku sendiri tidak tahu. Dasar kau, Kesya Jeseelia! Kau merampas semua hal yang bisa kulakukan dengan kemampuan ini!
Aku ingin menari, tidak sekadar menari. Aku sangat ingin kembali …, ke sana. Aku ingin merasakan debaran itu lagi. Aku ingin merasakan kegugupan itu lagi. Aku ingin menikmati momen itu lagi. Aku ingin menyaksikannya lagi. Aku ingin tersenyum di sana lagi. Aku sangat-sangat ingin kembali ke panggung itu, berdiri dengan senyum ceria, kemudian mulai bergerak. Melambangkan kisah-kisah dari tarianku. Menjadi hiburan bagi penonton, menuai kekaguman yang mereka rasakan. Aku … sangat ingin.
Aku menangis. Sebentar, akan kuhapus dulu air mata ini. Setelahnya, akan kulanjutkan. Ok, aku selesai. Aku menangis terlalu deras, butuh lebih dari lima menit untuk menenangkan diriku sendiri. Sekarang, akan kulanjutkan.
Tadi, mungkin dua jam yang lalu kakak kembarku satu itu datang. Entah tahu dari mana dia jika aku ada di rumah. Ah, dasar. Kenapa tidak kemarin saja? Aku kan belum pulang. Ah, kesal. Dia tadi datang dengan wajah khasnya, menyebalkan dan menjijikkan. Tidak hanya itu, dia membawa sebuah piala. Dia menunjukkannya pas ke hadapanku. Sialan!
Itu piala dari lomba menari paling bergengsi, DTL. Dia menyombongkannya dihadapanku. Membuat keirian segera memuncak dalam dadaku, padahal biasanya orang yang iri padaku. Piala itu bertuliskan nama samaranku dan namanya, dengan predikat juara satu. Padahal, dia merampas karirku! Dasar kakak sialan!
Harusnya itu milikku. Ya, milikku. Dia hanya mencuri popularitasku! Semuanya bermula dari waktu itu. Ketika aku mengetahui tentang keberadaan keluarga asliku. Karena ketidaksempurnaanku, aku kesulitan beradaptasi di sekolah umum, dan aku akhirnya berhenti sekolah. Ayah dan ibu memanggil guru ke rumah, termasuk guru menari, karena aku suka menari.
Kemudian, tahulah sendiri. Karena kebosananku, aku kerap kali mengunggah video menariku ke aplikasi daring, dan namaku mulai dikenal. Ya, nama samaranku. Kaseia. Melihat popularitasku itu, kakak kembarku satu itu ikut belajar menari. Awalnya kupikir dia hanya mau. Ternyata dia ingin menyaingiku. Dia terus berlatih, meniru gerakan-gerakanku, menciptakan gerakan baru, memintaku membantunya, dan banyak lagi, hingga kemampuan menarinya hampir menyaingiku.
Setelahnya, tampak baik-baik saja, tetapi keanehan-keanehan mulai terjadi. Akun Kaseia seringkali tidak dapat kuakses, dan lama kelamaan menjadi tidak bisa. Aku heran, sekaligus cemas, aku terus mencoba mengaksesnya tetapi ketika bisa, akan selalu menjadi tidak bisa dalam kurun waktu satu jam.
Setelah itu, ada pemberitahuan di akun Kaseia, bahwa ada orang yang berusaha mengambil ahli akunnya, padahal bukan aku yang menulisnya, hingga puncaknya terjadi. Aku tahu kenapa akun Kaseia tidak dapat kembali padaku, itu semua ulah Kesya, dan orangtua kandungku sendiri. Bersamaan dengan itu aku juga tahu satu fakta lain, yang menyebabkan aku memutuskan pergi.
Mereka bodoh, jika mengira aku tidak bisa membaca gerakan bibir mereka. Waktu itu aku hanya berpura-pura makan dengan tenang, tanpa melirik mereka, tetapi aku tahu mereka membicarakan tentang Kaseia, yang tidak lain adalah aku. Mereka pikir aku pasti tidak akan bisa mendengar karena sedang tidak memakai alat bantu pendengaranku. Bodoh, itu tidak terlalu memberi efek.
Aku sakit, sangat, ketika tahu semuanya adalah perbuatan mereka. Baik Kesya atau orangtuaku tahu, pendapatan dari 'Kaseia' itu tinggi, mereka tidak ingin aku yang dapat, itulah mengapa mereka merencanakan semuanya. Mereka mengambil alih akun Kaseia tanpa sepengetahuanku, dan mengeklaim Kaseia adalah Kesya.
Aku marah. Aku masih ingat wajah kaget mereka kala aku menghentak sendokku dan meninggalkan meja makan untuk membereskan barangku. Hari itu juga, aku pergi dari tempat yang kusebut rumah, yang bahkan sebenarnya tidak layak. Tanpa akun Kaseia, aku masih bisa tetap hidup. Ada banyak orang yang mengenal identitasku, Keela, sebagai penari walau tidak mengetahui tentang Kaseia.
Makan saja, makan semua uang itu. Ambil saja akun Kaseia. Ambil semua karirku. Ambil. Namun, aku tidak terima tentang satu kalimat lagi. Ya, alasanku keluar dari rumah bukan semata-mata tentang Kaseia. Jika aku tidak tahu dengan kalimat lanjutannya, aku tidak masalah Kaseia milik berdua, toh, kami memang mirip, termasuk kemampuan menari kami. Tidak ada yang akan tahu, bukan?
Namun, kutegaskan sekali lagi. Aku sakit. Piala DTL pasti menjadi milik berdua, jika mereka tidak menganggapku seperti itu. Aku masih ingat persis kalimatnya.
"Setelah Kaseia sepenuhnya menjadi milikmu, kita pasti akan menyingkirkannya lagi. Tidak ada yang butuh orang cacat seperti dia di rumah."
Udah namatin novel zor the teenager eh ternyata ada kelanjutannya disini, telat tau :')
Comment on chapter 0.1 | Bonus!