KUTU RINDU
Sayang…, pernahkah kau dengar hujan yang turun di malam hari. Ketika daun-daun sudah luruh ke bumi. Binatang malam sudah tak lagi bernyanyi. Di antara jutaan manusia yang telah terbang kea lam mimpi, masih ada sesosok tubuh yang terjaga. Dialah aku yang masih terbelenggu dalam indah bayanganmu.
Sayang…, hingga hujan tinggal rintiknya, dirimu belum juga menyapa jiwa. Kau biarkan berserak serpihan rasa yang kita punya. Hingga menyisakan kepingan-kepingan luka yang menjerat jiwa. Benih cinta yang pernah engkau semaikan, layu sudah sebelum berkembang. Sebagai kumbang aku hanya bisa termangu, menatap sisa hujan yang hendak berlalu.
Sayang…, kemana sebenanrnya angin membawa lari semua janji manismu. Apakah air hujan yang mengalir deras telah membawa serta hatimu pada hati yang lain. Tidakkah tersisa secuil asa bagiku untuk merenda romantika cinta ke dalam satu kisah yang berakhir indah? Bagai ikan terlempar ke darat, aku megap-megap.
Sayang…, seiring redanya hujan di malam itu, kusaksikan cintamu lenyap ditelan kabut. Saat itu, ingin kukejar bayangmu, namun saying mendung kembali dating menutup hatimu. Hingga aku kehilangan jejak. Dalam relung gelap romantika cintamu, ku tak tahu lagi ke mana ku harus menyeret langkah.
Sayang…, jika suatu saat nanti hujan turun lagi, biarkan angina memberi kabar pada daun-daun yang menggigil beku. Bahwa di antara udara beku yang mencekik, masih ada aku yang setia menunggu serpihan asa cinta yang bagimu sudah tak berarti lagi.
Sayang…, dalam tangisku, kan tetrap kurindui bayanganmu. Entah sampai kapan itu. Hingga tanpa aku sadari, rinduku telah berjelaga di dalam hati. Hati yang kini mula penuh rongga-rongga sepi lantaran tiada pernah tersentuh lagi.
Kau tahu Sayang, rindu yang kau biarkan membeku di dasar kalbu, sekarang menjjelma menjadi sarang kutu. Kutu rindu yang negitu beringas, menyantap permukaan angan sampai meranggas. Dikeratnya seluruh isi kepala dan racunnya hingga aku tak trahu lagi apa yang harus diperbuat. Kalau hujan turun mngguyur bumi, kutru rindu memaksaku menyususri jalanjalan sepi. Memnngut setiap serpihan kenangan yang pernah tercecer di jalan. Menapaki jalan kesunyian sambil memendangkan lagu tentang kesetiiaan.
Di sana, di jalan sepi itu, kutu rindu membenamkan diriku ke dalam kubungan conta berlumpur debu.
Saat kemarau membakar dunia, kutu rindu membelenggu jiwa dan ragaku dalam dunia kerontang yang kau ciptakan untukku. Tonggak janji yang pernah kau tancapkan, terlihat lapuk dimakan waktu. Pohon kesetiaan yang pernah kau sirami, kering kerontang tak berdaun lagi. Tak sempat ia berbunga, apalagi berbuah, sebab kutu rindu menghisap pupuk dari dalam tanah. Panas matahari yang membakar raga, jadi sumber energy bagi kutu rindu yang kian merajalela itu. Sedaang bayangmu, tersenyum puas melihat penderitaanku.
Sayang…, suatu aat nanti jika hujan dan panas bisa aku persatukan, ingin rasanya kulibas habis kawanan kutu rindu yang masih saja bersembunyi di balik bayang indahmu. Aku tak peduli andai diri ini harus lebur bersama kenangan tentangmu. Selagi kutu rindu dapat kumusnahkan, msti pun sksn sku relakan.
Sungguh, lebih baik tubuhku hancur jadi santapan kutu rindu, daripada aku harus kehilangan bayanganmu. Biarlah kabut suram menyelimuti hatiku, asal masih tersisa ruang untuk memajang bayanganmu. Kurelakan kutu rindu bersarang di benakku, selama di sana masih kutemukan sisa pesonamu.
Sepertinya terlambat bagiku untuk berlari dari serangan kutu rindu. Mereka telah membelenggu hati, angan, dan kakiku. Kutu rindu tak memberiku kesempatan untuk berpaling darimu. Kini aku hanya bisa berdoa dan menunggu waktu, kapan kutu rindu lengah, agar aku bisa melangkah dan membawa lari bayanganmu.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter PRAKATAKUTU