Beberapa bulan berlalu tanpa terasa. Ujian-ujian dan anak-anaknya yang menguras tenaga anak-anak kelas 12 akhirnya bisa terlewati. Puncak-puncaknya mereka jadi anak sekolahan sudah terbayar. Masa perjuangan sudah dijalani, mereka tinggal menunggu hasil pengumuman masuk perguruan tinggi lewat jalur pertama, yaitu SNMPTN.
Baru aja Dika mengucap salam dan ingin memberi tahu mamanya tentang pengumuman SNMPTN, seketika mamanya terlihat semakin cemas daripada biasanya.
“Dika! Mama kan udah bilang, kamu ngapain terus-terusan nulis, emang ada yang baca? Emang ada duitnya?”
“Ma—”
“Kamu kenapa keras kepala banget sih? Ikutin mama aja masuk bisnis kayak papa atau teknik kayak kakak. Apa susahnya coba dulu? Atau jadi dokter kayak anaknya—”
Dika nggak pernah membayangkan ada adegan kayak gini. Fisik dan batinnya lelah. Ia nggak mau nambah-nambah api dalam suasana itu, ia pergi melangkah ke kamarnya.
“Mama belum selesai bicara!”
Dari balik pintu, Dika masih mendengar ocehan mamanya tentang betapa kecewa mamanya sama Dika yang nggak mau memenuhi harapan terakhir mamanya akan anaknya.
Saat itu, notifikasi ponsel Dika berbunyi lebih ramai. Ternyata pengumuman SNMPTN dipercepat dari jadwal yang sebelumnya telah diberitahukan.
Dika acuh tak acuh mengikuti gerakan tangannya untuk membuka laman pengumuman itu. Ia jadi pasrah akan hasilnya. Dika jadi seakan ingin mengubur mimpinya kalau mamanya sendiri bahkan nggak bisa bahagia dengan pilihan yang bisa membuatnya bahagia. Dika sudah di titik terakhir untuk menyerahkan semuanya. Perkara hasil bukan dalam kuasanya.
Selamat, Anda dinyatakan lulus SNMPTN pada
PTN Universitas Negeri Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Satu detik. Dua detik. Dika masih tak percaya apa yang dilihatnya. Detik kemudian ia langsung sujud syukur dan bulir air mata bahagia dan putus asa jatuh juga.
Akhirnya semua usaha dan doanya nggak sia-sia. Semua sertifikat lomba, semua nilainya yang stabil sejak kelas 10, segala strateginya biar diterima di rumpun sosial humaniora meskipun dia jurusan IPA, bahkan kenekatan agar meraih mimpi yang selama ini diyakininya agar bisa bermanfaat dan merasa hidup, kini diberi akhir yang bahagia oleh yang Maha Kuasa.
Ia langsung keluar kamar dan menemui mamanya.
“Ma ... aku lulus,” ujar Dika takut-takut sambil mendekati mamanya yang sudah mulai tenang sedang menonton TV.
Mamanya tak menjawab apa-apa. Hanya melihat anak bungsunya yang kini beranjak dewasa tepat di manik matanya. Seketika kekerasan hati mulai luluh dan suasana dingin itu mulai cair. Haru yang kemudian menyelimuti saat mamanya rida akan pilihan semesta dan memeluk Dika.
“Selamat, Nak. Sebenarnya mama udah tau semua tulisanmu yang tersimpan di buku coret-coretmu. Mama udah lihat gimana segala usahamu. Mama cuman takut kamu cuman usaha saat belum meraihnya dan berhenti begitu saja saat sudah mencapainya. Mama ingin kamu terus bermanfaat, lewat cara apa pun.”
“Kalau gitu harapan Mama, insyaallah Dika akan terus berjalan sampai berlari. Thanks a lot, Ma, i love you.”
“I love you, my dearest.”
Mantap cantikaaa, teruskan ya semoga jalan menjadi penulis lancar sukses dan dapat memberikan inspirasi lewat tulisanmu seperti yang udah kamu lakukan padaku.
Comment on chapter 1. Gerbang Masa Lalu