Embun, waktu itu bunga bilang ada kupu-kupu yang mengitari kepalanya.
Lalu?
Ia juga terbang di dalam perutku!
Hah!
***
Momen lainnya. Tiap pagi. Sebelum masuk kelas.
Daffa keseringan ngarep ketemu Aira di gerbang masuk.
Sempat beberapa kali takdir mengizinkan mereka bertemu. Sekadar tegur sapa. Sekadar menyambut semangat pagi. Sekadar menyalurkan kejahilan Daffa.
“Diem napa, Daf!”
“Jangan ganggu aku!”
“Jalan duluan sana!”
Itu respons-respons yang sering dilontarkan Aira kalau dijahili Daffa. Pasalnya dia suka tiba-tiba bikin kaget dengan menarik bagian belakang tasnya atau menyentuh bahunya dari belakang.
Kalau lagi PMS, Aira nggak bakal menghiraukannya. Paling langsung jalan cepat dan kabur meninggalkannya. Aira waktu itu belum tahu kalau orang menyebalkan biasanya bikin kangen.
***
Momen-momen bersama Aira berputar bergantian, layaknya film lama yang diputar ulang.
Saat Aira sering nggak fokus dan ketinggalan barang di kelas ... Daffa bilang, “Dasar mata kabur!”
“Nggak ngaca apa! Situ malah yang pake kacamata!”
“Heh Aira nggak punya temen.”
“Apaan sih, Daf. Jahat banget.”
“Aku emang jahat ke semua orang, jangan geer!”
Daffa saat itu nggak tahu kalau Aira malah melihat kerapuhan Daffa.
Saat Aira menjatuhkan helm-nya di tangga. Untungnya Daffa berjalan di belakangnya, jadi bisa menangkap helm itu ....
“Malu maluin banget sih jadi orang!”
“Gak usah ngegas dong!”
Saat Daffa pernah meminjam pulpen milik Aira ....
“Pulpen yang kemarin balikkin dong.”
“Udah aku balikkin.”
“Hah? Kapan?”
“Pas kamu nggak ada. Udah aku taruh di tempat pensil kamu.”
Saat banyak momen yang tercipta dan rasa yang seharusnya belum muncul. Rasa yang seharusnya diyakinkan hanya sebagai perasaan ketertarikan lawan jenis kalau mereka sama-sama normal. Rasa yang seharusnya bukan bermaksud untuk lebih dari teman.
Saat jadi sama-sama canggung. Saat kupu-kupu hadir dalam perut. Ketika hal-hal kecil yang jadi berarti. Ketika tak menyadari bahwa rasa itu bentuk ujian ketaatan pada Tuhan. Haruskah pada masa itu mereka mengenal lebih satu sama lain? Padahal bukan pada situasi yang perlu. Padahal masa-masa itu harusnya bukan tentang cinta-cintaan saja. Namun, proses membentuk jati diri sendiri. Sebab, sebentar lagi pula mereka bakal lebih jauh masuk dalam pelajaran kehidupan. Karena, akan ada saatnya saat sama-sama baik dan siap, mereka bisa menghalalkan rasa itu.
Waktu itu ... baru Aira yang sadar. Mereka terlalu jauh melangkah. Bukan lagi berharap sebagai teman, tetapi lebih dari itu. Baru Aira yang sadar, belum tentu Daffa-lah yang akan mengganti tanggung jawab dari ayahnya.
Jadi ... Aira perlahan melepaskan perasaan itu. Aira nggak mau merusak jodoh yang seandainya milik orang lain.
Waktu itu berlalu begitu cepat. Masa akhir SMA mereka mencapai puncaknya, menjalani berbagai ujian dan anak-anaknya. Drama proses memasuki perguruan tinggi. Lalu perpisahan. Semuanya nggak sama lagi.
Suatu periode tertentu akan terjadi jungkir balik. Hal baru dengan pola sama. Kemudian dibolak-balikkan. Jalan yang baru. Makna yang baru.
Sejak saat itu ... Aira hilang, tanpa pamit.
Mantap cantikaaa, teruskan ya semoga jalan menjadi penulis lancar sukses dan dapat memberikan inspirasi lewat tulisanmu seperti yang udah kamu lakukan padaku.
Comment on chapter 1. Gerbang Masa Lalu